REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan kinerja neraca perdagangan yang masih defisit menjadi tantangan besar di pemerintahan selanjutnya.
"Masih ada yang kurang, defisit neraca perdagangan, yang berimbas ke transaksi berjalan," kata Darmin dalam diskusi dengan media di Jakarta, Jumat (19/10).
Darmin mengatakan bahwa defisit lebih banyak disumbangkan oleh defisit neraca migas yang masih tinggi seiring dengan ketergantungan Indonesia pada impor migas. Hal tersebut yang menyebabkan pencapaian surplus neraca nonmigas 4,5 miliar dolar AS hingga akhir September 2019 belum mampu menutupi defisit migas 6,4 miliar dolar AS.
"Defisit migas masih relatif besar tetapi neraca nonmigas sebenarnya sudah positif," kata Darmin.
Defisit neraca perdagangan itu, menurut dia, menjadi pencapaian ekonomi yang kurang baik di akhir masa jabatan periode pertama Presiden Joko Widodo, mengingat indikator makro lainnya dalam kondisi stabil.
Defisit neraca perdagangan menjadi persoalan bidang ekonomi di akhir pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla seiring dengan tingginya tensi perang dagang. Secara akumulatif, selama Januari-September 2019, defisit neraca perdagangan tercatat sebesar 1,9 miliar dolar AS.
Dalam tahun berjalan, kinerja ekspor turun delapan persen, dan penurunan ini terjadi hampir ke semua negara tujuan ekspor seperti China, AS, Jepang, Singapura, India. dan Malaysia. Realisasi tersebut sedikit lebih baik dari defisit neraca perdagangan pada keseluruhan tahun 2018 sebesar 8,5 miliar dolar AS.