REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG -- Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung KH Mohammad Mukri mengharapkan pemerintah tidak memberi ruang terhadap paham radikal dan intoleransi. Ia menilai persoalan SARA bisa menjadi ancaman ke depan.
"Karena itu, pada lima tahun ke depan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KHMa'ruf Amin harus bisa mengatasi berkembangnya isu SARA yang dapat menjadi ancaman besar bagi Indonesia," kata KH Mohammad Mukri saat dimintai keterangan di Bandarlampung, Ahad (20/10).
Ia mengatakan, Indonesia adalah bangsa yang besar dengan berbagai suku, agama, etnis dan budaya sehingga dibutuhkan masyarakat yang memiliki toleransi tinggi dan saling pengertian.
Menurut dia, selama ini mereka yang berpaham intoleransi dan radikal masih diberi ruang oleh negara untuk berekspresi. Hal itu membuat paham itu semakin besar dalam menyebarkan ajarannya.
"Jadi pemerintah harus hadir dalam menyelesaikan masalah ini dan membatasi ruang untuk ajaran kebencian ini," kata dia.
Dia menjelaskan paham intoleransi dan radikal merupakan ajaran yang bersumber dari agama. Karena itu pemerintah harus menghadirkan Islam yang toleran, dan Islam jalan tengah di setiap lembaga pendidikan.
Pemerintah ke depan, kata dia, harus bisa membuat kurikulum agama Islam dengan merangkul NU dan Muhammadiyah yang sudah jelas tidak akan mengancam NKRI.
"Jadi, kurikulum agama Islam memang harus dihadirkan di sekolah-sekolah oleh Kemenag dan Kemenristekdikti untuk mengatasi paham tersebut, yang menurut beberapa pihak, merupakan ancaman terbesar Indonesia ke depan," ujarnya.
Mukri juga memberikan selamat kepada Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin yang akan dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia pada Minggu, 20 Oktober 2019. "Saya ucapkan selamat kepada Bapak Jokowi dan Ma'ruf yang akan dilantik besok, semoga prosesinya berjalan aman, damai dan lancar serta bisa mengemban amanah dan juga mengatasi masalah negara," katanya.