REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Southeast Asian Ministers of Education Organization Regional Open Learning Centre (SEAMOLEC) bekerja sama dengan Pengurus Besar Lembaga Dakwah Nahdhatul Ulama (PBLDNU) menyelenggarakan pelatihan dai milenial. Pelatihan angkatan ke-3 itu diadakan di Gedung SEAMOLEC, Kampus Universitas Terbuka (UT) Pondok Cabe, Tangerang Selatanm, Banten, 12-13 Oktober 2019.
Pelatihan yang mengangkat tema "Tantangan dan Peluang berdakwah di era milenial” itu dihadiri Ketua Umum PBLDNU, KH Agus Salim. Pelatihan menitikberatkan pada penggunaan media sosial sebagai media dakwah yang positif dan tidak melanggar aturan negara.
Para dai muda peserta pelatihan dai milenial angkatan ke-3.
Para peserta berjumlah 80 dai muda. Mereka berasal dari perwakilan LDNU berbagai daerah, seperti Sumatera Utara, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Manado. Selain itu, ada pula peserta instansi lain seperti MUI dan UIN Syarief Hidayatullah Jakarta.
“Acara ini dirangkai dengan pembacaan Tawassul untuk seluruh kiyai" NU serta para pendiri Bangsa. Dirangkai pula dengan pembacaan ayat Alquran, sholawat Nahdiyyin, menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan Mars Syubanull Wathon,” kata Panitia Pelaksana, KH Kholid Arrifa'I dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
KH Agus Salim menyampaikan bahwa perjuangan untuk melakukan dakwah di media sosial (medsos) adalah sebuah keniscayaan dan harus segera dilakukan secara masif. Sekarang adalah milenial. Setiap orang akan lebih cepat mendapatkan informasi melalui media sosial daripada bertemu langsung dengan sumber informasi. Teknologi harus dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat, termasuk media social,” ujarnya.
Kegiatan ini ditutup pada hari Ahad (13/10) oleh Direktur SEAMOLEC, R Alpha Amirrachman. Ia berharap setelah selesai pelatihan, para kader bisa membantu dalam bidang IT untuk menangkal paham radikalisme. Selain itu, menebar konten positif kepada publik melalui media sosial sebagai wujud dari penciptaan Islam yang rahmatal lilalamin.
"Jangan sampai dengan semakin cepatnya teknologi kita malah di kuasai oleh teknologi. Justru sebaliknya, kitalah yang harus bisa menguasai teknologi dan menggunakan teknologi tersebut dengan sebaik mungkin. Bagaimanapun, kecanggihan teknologi tak bisa menggantikan nilai-nilai, dan norma-norma kultural, tradisional, sosial dan agama. Semua itu harus kita jaga dan lestarikan dengan sebaik-baiknya,” ujar Alpha Amirrachman.