REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinasti Al Ayyubiyah didirikan oleh Shalahuddin al Ayyubi yang dikenal sebagai penakluk Yerusalem. Pusat dinasti ini adalah Mesir. Wilayah pemerintahannya sebagian besar berada di Timur Tengah selama abad ke-12 dan ke-13.
Shalahuddin pada mulanya adalah pembantu raja saat Dinasti Fatimiyah Mesir memerintah pada 1169. Kerajaan itu kemudian tak lagi berkuasa pada 1171.
Tiga tahun kemudian, ia dinyatakan sebagai sultan setelah kematian mantan gurunya, Nuruddin Zanki. Ayyubiyah menaklukkan banyak wilayah pada 1183. Kekuasaannya meluas mulai Mesir, Suriah, Mesopotamia, Hijaz, Yaman, dan pantai Afrika Utara hingga perbatasan Tunisia.
Peninggalan dinasti ini yang terbesar adalah arsitektur militer. Para penguasanya sangat memperhatikan pembangunan masjid. Berikut ini adalah warisan Dinasti al-Ayyubiyah.
Menara Masjid Agung Aleppo
Menara Masjid Agung Aleppo dibangun oleh Sultan Az Zahir Ghazi pada 1214 M. Bangunan menara menjulang ke langit, terdiri atas lima tingkat dengan puncak mahkota yang dikelilingi oleh beranda. Menara banyak dihiasi berbagai ornamen.
Di dalamnya terdapat lengkungan indah yang tersusun dari batu bata. EJ Brill dalam Ensiklopedi Islam menjelaskan, menara itu cukup unik di antara seluruh arsitektur Muslim.
Arkeolog Ernst Herzfeld menggambarkan gaya arsitektur menara merupakan produk peradaban Mediterania. Meski bernuansa Timur Tengah, bangunan ini juga memiliki corak gotik sehingga menjadi khas.
Madrasah Firdaus
Dibangun pada 1236 oleh Ratu Al-Malika Dayfa Khatun. Bangunan ini langsung didanai ratu. Ini merupakan aset wakaf untuk pengembangan pendidikan masyarakat setempat.
Kompleks ini difungsikan sebagai pusat ibadah Muslim dan pembelajaran Islam. Di sana para pelajar mendalami ilmu Alquran, fikih, sejarah, akidah, tasawuf, dan banyak lagi.
Madrasah ini dibangun di tengah kehidupan masyarakat Aleppo yang gemar berdagang dan para cendekiawan yang berwawasan luas.
Dari sekolah itulah masyarakat tercerahkan dengan ilmu pengetahuan dan ajaran Islam yang mewarnai kehidupan mereka. Lokasi bangunan ini sangat strategis. Berada di pinggir jalan. Sehingga mudah diakses siapa pun.
Benteng Kota
Perubahan paling radikal yang diterapkan Shalahuddin di Mesir adalah menggabungkan Kairo dan al-Fustat dalam satu dinding. Struktur banteng diambil dari gaya bangunan beberapa budaya. Hal ini terlihat jelas pada dinding tirai yang mengikuti topografi alami.
Banyak juga yang diwarisi dari Fatimiyah, seperti menara bundar untuk mengamati situasi sekitar. Pada September 1183 pembangunan Benteng Kairo dimulai. Menurut sejarawan al-Maqrizi, Shalahuddin memilih Bukit Muqattam untuk membangun benteng karena udara di sana lebih segar daripada di mana pun di kota ini.
Dinding dan menara bagian utara benteng sebagian besar merupakan karya Shalahuddin. Penerusnya, al-Kamil menyelesaikan pembangunan banteng. Dia memperkuat dan memperbesar beberapa menara yang ada.