Ahad 20 Oct 2019 21:15 WIB

Menhan AS Lakukan Kunjungan Dadakan ke Afghanistan

Esper disebut akan mengadakan pertemuan dengan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Agung Sasongko
Menteri Pertahanan Amerika Serikat Mark Esper saat berbicara usai upacara pengukuhan di Oval Office, Gedung Putih di Washington, Selasa (23/7). Tampak di sampingnya Presiden AS Donald Trump.
Foto: AP Photo/Carolyn Kaster
Menteri Pertahanan Amerika Serikat Mark Esper saat berbicara usai upacara pengukuhan di Oval Office, Gedung Putih di Washington, Selasa (23/7). Tampak di sampingnya Presiden AS Donald Trump.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- `Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Mark Esper melakukan kunjungan dadakan ke Afghanistan pada Ahad (20/10). Kunjungan itu dilaporkan bertujuan membahas proses perdamaian Afghanistan.

Esper disebut akan mengadakan pertemuan dengan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani. Pada kesempatan itu, mereka diperkirakan membahas tentang prospek perdamaian Afghanistan.

Esper pun akan mengunjungi markas militer AS di negara tersebut. Dia mengungkapkan AS berencana memangkas jumlah personel militernya di Afghanistan, dari 14 ribu menjadi 8.600 tentara. Esper menilai hal itu akan menghambat atau mengurangi upaya kontra-terorisme terhadap milisi ISIS dan al-Qaeda.

“Tujuannya adalah untuk tetap mendapatkan perjanjian damai di beberapa titik, itu jalan terbaik ke depan,” ujar Esper.

Pemerintah AS telah menyatakan tetap berkomitmen untuk mewujudkan perdamaian dan stabilitas di Afghanistan. Hal itu diungkapkan setelah adanya serangan terhadap masjid di Distrik Haska Mena pada Jumat lalu yang menewaskan sedikitnya 69 orang.

“AS tetap berkomitmen untuk perdamaian dan stabilitas di Afghanistan, dan akan terus berjuang melawan terorisme. Kami mendukung rakyat Afghanistan yang hanya menginginkan perdamaian serta masa depan yang bebas dari tindakan kekerasan yang menjijikan ini,” ujar Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pada Sabtu (19/10).

Washington telah menuding kelompok Taliban sebagai pihak yang bertanggung jawab atas serangan masjid di Haska Mena. Namun Taliban telah membantah tuduhan itu. Taliban mengklaim ledakan di masjid tersebut terjadi karena serangan mortir oleh pasukan Pemerintah Afghanistan.

Pada September lalu, Presiden AS Donald Trump memutuskan menghentikan perundingan damai dengan Taliban. Keputusan itu diambil Trump setelah Taliban mengklaim bertanggung jawab atas serangan bom di Ibu Kota Afghanistan Kabul. Sebanyak 12 orang tewas dalam insiden tersebut, termasuk satu tentara AS.

Trump, termasuk Pompeo, menganggap serangan itu merupakan taktik Taliban untuk memperkuat posisinya dalam perundingan. Harapannya agar hasil pembicaraan dengan AS dapat sesuai dengan kehendak atau keinginan mereka.

Awal Oktober lalu, Taliban mengancam akan terus menyerang pasukan AS yang berada di Afghanistan. Serangan dihentikan jika kesepakatan perdamaian telah tercapai. "Sampai tidak ada kesepakatan dengan AS, kami akan melanjutkan serangan terhadap pasukan AS," kata juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid.

Dia pun menegaskan kembali bahwa Taliban masih tetap menolak untuk melakukan pembicaraan dengan Pemerintah Afghanistan. "Kami telah menolak pembicaraan seperti itu sebelumnya," ujar Zabihullah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement