REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo mengatakan telah menyiapkan dua Undang-Undang (UU) untuk diterbitkan pada periode keduanya. Aturan itu menyangkut penciptaan lapangan kerja dan pengembangan usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Menurut Ekonom Bank Permata Josua Pardede pemerintah perlu memperhatikan aturan dan birokrasi tingkat daerah terkait rencana pembentukan kedua UU tersebut. Hal ini mengingat beberapa kasus di daerah kerap terjadi bottleneck dengan aturan pusat terkait investasi.
“Presiden mengajak legislatif untuk bekerja sama dalam pembuatan dua UU, yaitu UU Cipta Tenaga Kerja dan Pengembangan UMKM. Pemerintah perhatikan birokrasi di tingkat daerah karena dalam beberapa kasus, meskipun aturan pusat telah melakukan deregulasi, namun aturan dan birokrasi daerah menjadi bottleneck investasi dan pengembangan UMKM,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Senin (21/10).
Menurutnya kedua UU tersebut perlu adanya peraturan terkait posisi pemerintah pusat terhadap intervensi peraturan daerah terkait investasi dan usaha. Kemudian birokrasi harus tetap menjadi fokus pemerintah pada periode kedua kali ini karena meskipun perbaikan birokrasi telah berjalan dalam lima tahun terakhir, tapi tidak cukup menarik investor di tengah isu perang dagang AS-China dan tren perlambatan ekonomi global.
“Dengan upaya mendorong penciptaan lapangan kerja serta mendorong penguatan UMKM diharapkan ease of doing business serta tingkat daya saing Indonesia akan mendorong peningkatan investasi yang selanjutnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas dan berkesinambungan,” jelasnya.
Di sisi lain pada 100 hari kerja Pemerintahan Joko Widodo jilid II, presiden perlu memilih tim ekonomi yang dapat melakukan harmonisasi kebijakan ekonomi sedemikian, sehingga dapat memprioritaskan kebijakan jangka pendek dalam rangka mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi tetap pada kisaran lima.
“Tim ekonomi Jokowi-Ma’ruf juga perlu menyiapkan kebijakan quick win dalam rangka mendorong dan memperkuat kinerja ekspor non-migas dengan mendiversifikasi ketergantungan terhadap Tiongkok sebagai pasar utama ekspor Indonesia dengan membangun hubungan dagang dengan negara-negara non-tradisional dalam jangka pendek sembari mendorong percepatan hilirisasi industri domestik,” jelasnya.
Selain itu, pemerintah Joko Widodo kedua ini perlu mengurangi konsumsi impor barang final dengan cara meningkatkan demand terhadap barang final produksi dalam negeri yang dapat didorong dengan peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).