REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sejak remaja, Habib Ali Kwitang sudah mulai berdakwah ke berbagai tempat di ibu kota. Selain itu, Habib Ali juga berdagang seperti halnya Nabi Muhammad SAW sembari membawa barang dagangannya di atas kuda, Habib Ali mulai berdagang di Pasar Tanah Abang sejak 1990.
Meskipun berdagang, Habib Ali sangat menjaga waktu shalat, sehingga ketaatan beliau itu pun diikuti oleh umat Islam lainnya yang sedang berdagang di Pasar Tanah Abang. Sekitar 10 menit sebelum shalat Zhuhur, Habib Ali langsung menutup kiosnya dan diikuti pedagang Muslim lainnya.
Dalam buku “Sumur yang tak Pernah Kering” dijelaskan bahwa setelah shalat Zhuhur, Habib Ali tidak membuka lagi kiosnya, tapi langsung berdakwah sambil berdakwah ke tempat tujuan yang telah direncanakan setiap harinya. Kondisi sepert itu diikuti para pedagang lainnya, sehingga saat itu Pasar Tanah Abang disebut sebagai Pasar Pagi Tanah Abang.
Dengan kuda kesayangannya, Habib Ali juga berdakwah ke berbagai daerah di sekitar Ibu Kota, seperti ke kampung-kampung yang ada di Bekasi, Depok, Bojong Gede, Tangerang dan sekitarnya. Semua itu dilakukan Habib Ali hingga menginjak usia 70 tahun.
Habib Ali Kwitang dikenal sangat dekat dengan berbagai kalangan, termasuk dengan seorang pengusaha Betawi bernama Haji Abdul Manaf bin Haji Muhammad Jabbar. Dia adalah sahabat sekaligus murid dari Habib Ali Kwitang. Haji Abdul Manaf juga merupakan kakek dari mantan Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo.
Selain itu, Habib Ali Kwitang juga dikenal memiliki hubungan dekat dengan para ulama Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) yang bermazhab Imam Syafi’i. Habib Ali Kwitang kerap berkumpul dengan para kiai dan ulama di Kantor Nahdlatul Ulama (NU), yang saat itu masih menjadi partai.
Habib Ali dan beberapa ulama lainnya saat itu duduk di atas karpet yang digelar di Kantor Partai NU. Mereka bermusyawah untuk menjawab masalah sosial keagamaan dan kebangsaan. Habib Ali Kwitang hadir di forum itu jug untuk memenuhi undangan anak angkatnya, KH Idham Chalid, yang merupakan mantan Ketum PBNU.