Senin 21 Oct 2019 15:41 WIB

Pasukan Demokratik Suriah: Tak Ada Lagi Pasukan di Kota

Pasukan Kurdi arik diri dari perbatasan Ras al-Ai, realisasi gencatan senjata.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
AFP/N. Al-khatib
AFP/N. Al-khatib

Minggu (20/10) Pasukan Demokratik Suriah (SDF) menyatakan telah menarik anggotanya dari perbatasan Ras al-Ain sesuai dengan kesepakatan gencatan senjata AS-Turki, namun juru bicara pasukan pemberontak Suriah yang didukung Turki mengatakan pasukan tersebut belum ditarik sepenuhnya.

Ras al-Ain adalah satu dari dua kota di perbatasan Turki-Suriah yang menjadi target invasi Turki memukul mundur pasukan Kurdi untuk membuat zona aman lebih dari 30 km di dalam wilayah Suriah.

Turki mengehentikan serangannya mulai Kamis (17/10) malam berdasarkan kesepakatan antara Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan dengan Wakil Presiden AS, Mike Pence. Erdogan pun mengingatkan serangan Turki dapat berlanjut ketika batas waktu gencatan senjata hingga hari Selasa esok berakhir dan Pasukan Demokratik Suriah tidak ditarik mundur dari zona aman.

"Sudah tidak ada pasukan lagi di kota," ujar juru bicara SDF Kino Gabriel mengenai Ras al-Ain. Peryataannya merujuk kepada puluhan kendaraan berisikan pasukan SDF yang keluar dari Ras al-Ain selama akhir pekan lalu, wilayah yang menjadi salah satu target utama serangan Turki dan aliansi Suriahnya.

Kepada Reuters, juru bicara pemberontak Suriah yang beraliansi dengan Turki, Mayor Youssef Hamoud, mengatakan bahwa pasukan SDF belum sepenuhnya keluar dari Ras al-Ain.

Milisi Kurdi YPG adalah sekutu AS dalam memerangi kelompok ekstrimis ISIS di Suriah. Namun keputusan Presiden AS, Donald Trump, menarik tentara AS dari Suriah beberapa waktu lalu justru memberi peluang pada Turki untuk melancarkan invasi militer ke kawasan perbatasan Suriah, yang selama ini dikuasai pihak Kurdi . YPG menyebut mereka merasa dikhianati oleh pemerintah AS.

Penarikan yang dilakukan Amerika juga dinilai menciptakan kekosongan di wilayah tersebut, di mana Rusia sebagai pendukung utama Presiden Suriah Bashar al-Assad menginginkan kendali atas wilayah tersebut.

Erdogan akan bertemu Putin

Persis ketika batas waktu gencatan senjata selama 120 jam berakhir Selasa besok, Erdogan akan bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Kota Sochi, Laut Hitam.

Masalah penarikan milisi Kurdi YPG dari kota Manbij dan Kobani, dua wilayah yang dimasuki pasukan Rusia dan pasukan pemerintah Suriah, akan dibahas dalam pertemuan tersebut, ujar Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu, Minggu (20/10).

"Kami percaya kami dapat mencapai kesepakatan dengan mereka untuk bekerja sama di masa depan, sama seperti yang kami lakukan sebelumnya," kata Cavusoglu. Sementara Erdogan dan Putin telah bekerja sama dalam mengelola konflik Suriah, Rusia mengatakan operasi militer Turki harus dibatasi dan integritas wilayah Suriah harus dilindungi.

Baca juga: Presiden Trump Jatuhkan Sanksi Terhadap Turki Atas Invasi Militernya

Invasi Turki tidak sah

Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas (SPD) mengatakan serangan yang dilakukan Turki terhadap pihak Kurdi di Suriah adalah invasi yang tidak sah. Tetapi Uni Eropa mungkin belum akan menjatuhkan sanksi ekonomi pada Turki, kata Maas.

"Dari apa yang kami ketahui, dan setelah semua yang Turki sendiri sebutkan sebagai dasar hukum, kami tidak dapat berbagi pandangan seperti itu," kata Maas dalam pernyataan yang disiarkan televisi Jerman ZDF.

"Kami tidak percaya bahwa serangan terhadap kelompok Kurdi atau milisi Kurdi adalah sah berdasarkan hukum internasional," tambah menteri luar negeri Jerman ini.

Maas juga memperingatkan bahwa Jerman mengawasi tindakan Turki setelah gencatan senjata yang mereka umumkan.

"Kami telah sangat jelas mengatakan bahwa kami meneliti pertimbangan-pertimbangan yang ada - dan salah satunya mungkin memberlakukan sanksi ekonomi."

Menurut survei yang dilakukan oleh lembaga jajak pendapat "Forschungsgruppe Wahlen", 91% warga Jerman menentang ekspor senjata ke Turki dan 65% mendukung langkah-langkah sanksi ekonomi terhadap negara Turki karena serangan yang dilakukan di Suriah.

Senada dengan Maas, Menteri Pertahanan Annegret Kramp-Karrenbauer (CDU) juga berpendapat serupa. Pada kongres partai konservatif, dia mengatakan Turki telah melanggar "aturan-aturan pasca-Perang Dunia II," di mana konflik harus diselesaikan dengan cara diplomasi dan bukan dengan cara kekerasan.

Ada kesepakatan terkait pengungsi?

Heiko Maas juga mengatakan bahwa Berlin akan berupaya untuk mengakhiri pertempuran. "Kami akan melakukan segalanya agar gencatan senjata ini bertahan lebih lama dari hanya lima hari, dan bahwa invasi dihentikan untuk sementara waktu," katanya.

Para pemimpin Uni Eropa juga menentang gagasan Turki untuk merelokasi hingga dua juta pengungsi Suriah yang saat ini tinggal di Turki ke "zona aman" di kawasan perbatasan timur laut Suriah.

"Kami juga tidak setuju bahwa pengungsi perang Suriah yang sekarang ada di Turki kemudian dikirim ke timur laut Suriah, hal yang mungkin bertentangan dengan keinginan mereka," kata Heiko Maas.

Dia menerangkan, hal tersebut harus dibicarakan dengan Ankara sehubungan dengan kesepakatan pengungsi UE-Turki, yang membuat Uni Eropa membayar dana miliaran Euro kepada Turki sebagai kompensasi telah menampung 3,6 juta pengungsi asal Suriah.

"Kami tidak akan mengeluarkan uang untuk hal-hal yang menurut perspektif kami, tidak sah/legal," tandas Menlu Jerman Heiko Maas.

rap/hp (afp, dpa, ap, rtr)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement