Senin 21 Oct 2019 15:48 WIB

Sinergitas Jadi Kunci Atasi Lambatnya Pertumbuhan Ekspor

Kunci utama dalam mendorong pertumbuhan ekspor ialah sinergitas antara kementerian

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Nidia Zuraya
Kapal Kargo pengangkut kontainer komiditi ekspor (ilustrasi)
Foto: sustainabilityninja.com
Kapal Kargo pengangkut kontainer komiditi ekspor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengaku belum mendapat alasan logis di balik wacana peleburan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Apabila benar peleburan tersebut, Faisal menilai hal itu merupakan keinginan pemerintah mengatasi lambatnya pertumbuhan ekspor yang mengakibatkan defisit perdagangan.

"Menurut saya pendekatan yang hanya melihat dari sisi hilir," ujar Faisal saat dihubungi Republika di Jakarta, Senin (21/10).

Baca Juga

Faisal menilai keputusan ini tidak akan berdampak efektif dalam menggenjot sisi ekspor. Dia meminta penanganan untuk mendorong tingkat ekspor harus dilihat secara komprehensif terkait apa yang terjadi juga di sektor hulu.

Untuk mendorong ekspor seharusnya memahami apa yang menjadi persoalan selama ini. "Ekspor kita lemah karena seperti pidato Pak Jokowi karena ketergantungan terhadap komoditas, industri manufaktur tidak tumbuh signifikan," ucap Faisal.

Oleh karenanya, Faisal berharap pemerintah melakukan pendekatan secara komprehensif dengan melakukan pembenahan dari sisi hulu dan hilir. "Kebijakan perdagangan mesti sejalan dengan kebijakan penguatan daya saing industri manufaktur," lanjut Faisal.

Faisal menyampaikan, kunci utama dalam mendorong pertumbuhan ekspor ialah sinergitas antara kementerian dan lembaga terkait. Kata Faisal, nomenklatur baru harus memperkuat sinergi dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Pertanian yang berada di sektor hulu.

"Sehingga tidak lagi ada ketidaksinkronan kebijakan di hulu dengan hilir yang memengaruhi dari sisi ekspor," kata Faisal.

Faisal memandang pembentukan nomenklatur baru harus jelas dalam hal menganalisa permasalahan dan tujuannya. "Kalau nggak, perubahan (nomenklatur) tidak selesaikan permasalahan, tapi menambah permasalahan karena ada proses transisi, selama masa transisi banyak fungsi yang tidak berjalan optimal," ungkap Faisal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement