REPUBLIKA.CO.ID, JEPARA -- Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) bermitra dengan Asosiasi Pengrajin Kayu Jepara (APKJ) di Indonesia untuk membantu usaha kecil dan menengah di Kabupaten Jepara dan Pasuruan di Provinsi Jawa Tengah memenuhi persyaratan legalitas yang ditetapkan dalam Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
SVLK merupakan sistem yang ditetapkan Pemerintah Indonesia berdasarkan persyaratan legalitas yang diatur dalam Perjanjian Kemitraan Sukarela (FLEGT VPA). Perjanjian ini ditandatangani oleh Uni Eropa (UE) dan Pemerintah Indonesia sebagai bagian dari Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT). SVLK memverifikasi semua produk kayu telah diproduksi sesuai dengan hukum nasional.
Berdasarkan keberhasilan peluncuran sistem SVLK, Indonesia adalah negara pertama di dunia yang mengeluarkan lisensi FLEGT pada tahun 2016.
Namun, tidak semua pelaku industri mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan SLVK, terutama pelaku dari kalangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Mahalnya biaya sertifikasi dan kurangnya pemahaman tentang SVLK menghambat mereka untuk mendapatkan sertifikasi tersebut.
“Kami bekerja untuk memastikan pembuat furniture tradisional di Indonesia yang sebagian besar merupakan pengusaha kecil dan menengah mampu memenuhi persyaratan SVLK dan mengakses pasar baik domestik maupun internasional,” kata Stephen Rudgard, Perwakilan FAO Indonesia saat pembukaan workshop peningkatan kapasitas pengusaha furniture di Jepara, Ahad (20/10) lalu.
Proyek ini juga akan melengkapi bantuan yang telah disediakan oleh pemerintah Indonesia untuk membantu UKM dalam meringankan biaya yang terkait dengan sertifikasi SVLK seperti menyediakan subsidi audit sertifikasi SVLK dan memberikan opsi untuk menggunakan Deklarasi Kesesuaian Pemasok (DKP) dan sertifikasi kelompok.
APKJ juga bermitra dengan Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) dalam proyek ini untuk menilai tingkat kepatuhan SVLK terhadap produsen furnitur mikro dan kecil di Jepara dan Pasuruan.
"Saya ingin mengulangi pesan Presiden Jokowi dalam pidato pelantikannya di mana dia menekankan pentingnya perdagangan mebel dan fokus akan diberikan pada peningkatan kapasitas pekerja kayu dan kinerja UKM untuk mengakses pasar internasional," kata Yoga Prayoga, kepala Sertifikasi di bawah Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia.
Perajin kayu Jepara.
Kayu Jepara dan Pasuruan untuk dunia
Industri mebel Jepara didominasi oleh usaha kecil dan menengah dan merupakan pusat ukiran dan pembuatan mebel terbesar di Indonesia dengan ekspor senilai 150 juta dolar AS per tahun atau sekitar 10 persen dari total ekspor Indonesia.
"Tigapuluh persen dari pemasukan di Jepara berasal dari sektor furnitur, Kita butuh untuk memastikan bahwa kita memelihara lingkungan kita, dan menggunakannya dengan berkelanjutan,“ ungkap Ahmad Zainudin ketua dari APKJ.
Berdasarkan kebutuhan yang teridentifikasi, Proyek ini memberikan pelatihan untuk membekali UKM dalam memahami standar dan sistem sertifikasi SVLK serta praktik yang baik dalam manajemen bisnis. Diharapkan dalam proyek ini para pelaku usaha dapat berbagi pengalaman.
Harapannya, Jepara dan Pasuruan akan menginspirasi para pembuat furnitur di Indonesia untuk mendapatkan sertifikasi SVLK. Proyek ini akan berjalan selama satu tahun dan merupakan bagian dari program FAO-EU FLEGT. Program ini merupakan inisiatif global berdasarkan permintaan para pemangku kepentingan yang menyediakan dukungan teknis dan sumber daya untuk kegiatan yang dapat mendukung Rencana Aksi dari FLEGT.
Program ini didanai oleh Uni Eropa, Badan Kerjasama Pembangunan Internasional Swedia (SIDA) dan Departemen Pembangunan Internasional Inggris (DFID) . Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi situs web Program FAO-EU FLEGT.