REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polisi menetapkan enam orang tersangka dalam kasus perencanaan penggagalan pelantikan presiden dan wakil presiden, Ahad (21/10) lalu. Mereka menyiapkan sejumlah bom rakitan dan paku dengan radius ledakan 30 meter.
“Ada sekitar 29 bom yang sudah dibuat oleh tersangka. Bom itu nantinya digunakan pada saat pelantikan yang bisa melukai orang dan sebagainya,” jelas Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono, Senin (21/10).
Menurutnya, untuk menggagalkan pelantikan presiden, para tersangka rencananya unjuk rasa menggunakan ketapel dan bola karet. Kemudian juga akan melepaskan monyet di gedung DPR, untuk mengacaukan pelantikan yang sedang berlangsung saat itu.
“Dari hasil pemeriksaan dapat diketahui akan dipakai di gedung DPR untuk menyerang aparat, dengan cara diberikan kepada demonstran. Dan sudah disiapkan delapan ekor monyet, yang sudah dibeli, tapi belum dilepas,” ungkapnya.
Ia juga mengatakan, para tersangka berkomunikasi dengan menggunakan sandi mirror. Mereka gunakan untuk menyebarkan informasi perencanaan dalam penggagalan pelantikan presiden. Menurutnya hal tersebut mereka lakukan agar hanya para tersangka yang mengetahui sandi tersebut terkait aksi yang akan dilakukan.
“Kelompoknya berawal dari grup Whatsapp yang mengastamakan inisial F. Grup ini memiliki anggota 123 dengan lima admin. Di grup itu membahas kegiatan yang akan dilakukan yakni upaya menggagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden,” ucapnya.
Dari informasi yang diketahui, grup Whatsapp tersebut berkembang untuk perencanaan penggagalan. Kemudian pihak kepolisian menangkap enam orang tersebut dan dilakukan pemeriksaan.
Argo mengatakan, dari salah satu tersangka yang meyakini komunis semakin berkembang, indikatornya ada unjuk rasa yang dijaga oleh pihak kepolisian Cina dengan dipersenjatai lengkap. Mereka beranggapan orang Cina telah menguasai pemerintahan Indonesia.
“Dari tindakan yang dilakukan, enam tersangka tersebut dikenakan pasal 169 ayat 1 KUHP dan atau pasal 187 bis ayat 1 KUHP, pasal 187 KUHP, serta ancaman penjara 5 tahun sampai dengan 20 tahun,” tambahnya.