Senin 21 Oct 2019 19:56 WIB

Polisi Ungkap Kelompok Peluru Ketapel

Peluru ketapel untuk menyerang aparat.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Muhammad Hafil
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono
Foto: Republika/Abdurrahman Rabbani
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Polda Metro Jaya kembali mengungkap kelompok yang berencana menggagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih pada 20 Oktober kemarin. Kelompok tersebut telah menyiapkan aksi peledakan bom dengan menggunakan 'peluru ketapel' yang terdiri dari ketapel dan bola karet yang akan dilemparnke Gedung DPR RI. 

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Argo Yuwono mengatakan, kelompok tersebut masih memiliki kaitan dengan aksi penggagalan pelantikan presiden yang direncanakan oleh dosen nonaktif Institut Pertanian Bogor (IPB) Abdul Basith. Argo menyebut, polisi menangkap enam tersangka terkait perencanaan menggunakan 'peluru ketapel' tersebut yang berinisial SH, E, FAB, RH, HRS, dan PSM. Keenam tersangka itu tergabung dalam sebuah grup WhatsApp bernama F yang dibuat oleh tersangka SH.

"Tersangka SH sering komunikasi dengan tersangka AB (Abdul Basith). Ada kaitannya untuk merencanakan aksi penggagalan pelantikan dengan mendompleng unjuk rasa," kata Argo dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Senin (21/10).

Argo mengungkapkan, keenam tersangka itu memiliki peran yang berbeda-beda dalam merencanakan aksi tersebut.

Tersangka SH, kata Argo, yang berprofesi sebagai mantan pengacara berperan sebagai pencari dana untuk membuat bom 'peluru ketapel', menyediakan ketapel jenis kayu dan besi, dan membuat grup WhatsApp untuk berkoordinasi terkait perencanaan aksi.

"Peluru ketapel itu nantinya digunakan untuk menyerang aparat (di gedung DPR RI)," ungkap Argo.

Tersangka berikutnya berinisial E. Ia merupakan seorang ibu rumah tangga. Tersangka E ditangkap di wilayah Jatinegara, Jakarta Timur.

"Yang bersangkutan (tersangka E) saat ditangkap sedang membuat peluru ketapel bersama tersangka SH. Tersangka E berperan untuk membiayai pembelian ketapel, menyediakan tempat untuk pembuat ketapel, dan membantu menyediakan bahan peluru ketapel," papar Argo.

Tersangka ketiga, berinisial FAB yang berprofesi sebagai wiraswasta. Dia juga berperan untuk membuat peluru ketapel, menyediakan tempat untuk pembuatan peluru ketapel, hingga mendanai pembuatan bahan peledak itu.

"Yang bersangkutan pernah memberikan dana (untuk pembuatan peluru ketapel) senilai Rp 1,6 juta kepada tersangka SH," tutur Argo.

Tersangka keempat adalah tersangka RH yang ditangkap di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan. RH memiliki peran untuk membuat ketapel dari kayu yang nantinya ia dijual ke tersangka SH.

"SH sudah memesan 200 ketapel, tapi yang sudah terjual baru 22 ketapel. Satu ketapel harganya Rp 8.000," ujar Argo.

Tersangka kelima, yakni HRS yang ditangkap di wilayah Tebet, Jakarta Selatan. Argo menuturkan, HRS berperan sebagai penyandang dana pembuatan bom 'peluru ketapel'. Tersangka HRS bahkan diketahui telah memberikan uang senilai Rp 400 ribu kepada tersangka SH.

Tersangka terakhir yang diamankan adalah tersangka PMS. Dia berperan sebagai orang yang membeli ketapel dan karet ketapel secara online. Saat polisi akan menangkap PMS, dia berusaha melarikan diri dengan cara memanjat atap rumahnya. 

Atas perbuatannya, para tersangka dikenakan Pasal 169 ayat 1 KUHP dan atau Pasal 187 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 Undang-Undang Darurat. Dengan ancaman hukuman lima sampai 20 tahun penjara.

Sebelumnya diberitakan, Abdul Basith juga terlibat dalam peledakan menggunakan bom molotov saat aksi unjuk rasa berakhir ricuh di daerah Pejompongan, Jakarta Pusat, 24 September 2019 serta rencana peledakan bom rakitan saat aksi unjuk rasa Mujahid 212 pada 28 September 2019.

 

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement