REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Turki menyatakan siap melanjutkan operasi militernya di timur laut Suriah. Operasi yang bertujuan menumpas pasukan Kurdi itu diketahui terhenti setelah Turki mencapai kesepakatan dengan Amerika Serikat (AS) pada 17 Oktober lalu.
Dalam kesepakatan itu, Turki setuju memberikan waktu lima hari kepada Pasukan Demokratik Suriah (SDF) dan Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG) untuk hengkang dari zona aman sejauh 32 kilometer di selatan perbatasan Turki di Suriah.
"Kami memiliki 35 jam lagi. Jika mereka tidak mundur, operasi kami akan dilanjutkan. Ini juga yang kita sepakati dengan Amerika," ujar Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu pada Senin (21/10), dikutip laman Aljazirah.
Menurut Cavusoglu, pasukan Kurdi mematuhi kesepakatan yang telah dicapai dengan AS. Mereka menarik diri dari daerah-daerah yang dikontrol Turki.
Namun dia menuding kelompok Kurdi Suriah melakukan 30 pelanggaran tembakan langsung saat gencatan senjata masih diterapkan. Cavusoglu mengatakan Turki akan membalas serangan itu.
Juru bicara SDF Kino Gabriel telah mengonfirmasi tentang proses penarikan pasukannya dari wilayah perbatasan Turki-Suriah, tepatnya di Ras al-Ain. Dia mengklaim tak ada lagi personel SDF yang tersisa di wilayah tersebut.
Ras al-Ain adalah satu dari dua kota di perbatasan Turki-Suriah yang telah menjadi target utama operasi militer Turki. Zona aman dilaporkan akan dibangun Turki di wilayah tersebut.
Kementerian Pertahanan Turki sebelumnya juga telah melaporkan penarikan pasukan SDF dari kota perbatasan ke arah Tal Tamr. Terdapat 86 kendaraan militer yang mengangkut mereka.
Sementara itu Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan di timur laut Suriah. Hal itu akan dilakukannya setelah bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin di Sochi pada Selasa (22/10).
"Kami akan mengambil proses ini dengan Putin dan setelah itu kami akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan," kata Erdogan pada Senin. Dia tak menjelaskan lebih detail tentang langkah apa yang hendak diambilnya di Suriah.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Turki Nadide Sebnem Aktop mengatakan operasi militer yang digelar negaranya telah membebaskan 111 permukiman di Suriah utara. Wilayah seluas 1.500 kilometer persegi telah dikendalikan. Dia pun mengklaim operasi Turki tak memakan korban sipil Suriah.
Pemerintah Iran telah menyatakan menolak pendirian pos militer Turki di Suriah. Dia menyerukan Ankara menghormati kedaulatan dan integritas wilayah Damaskus.
"Kami menentang pendirian pos-pos militer Turki di Suriah. Masalah tersebut harus diselesaikan secara diplomatik. Keutuhan (wilayah) Suriah harus dihormati," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Abbas Mousavi pada Senin.
Iran merupakan sekutu utama Presiden Suriah Bashar al-Assad. Bersama dengan Rusia, mereka telah membantu Assad memerangi kelompok milisi dan oposisi bersenjata di negara tersebut.
SDF yang menjadi target operasi Turki merupakan sekutu utama AS dalam memerangi ISIS di Suriah. Washington memberikan pelatihan dan memasok persenjataan kepada para personel SDF.
Namun Turki memandang SDF, yang memang dipimpin Kurdi, terafiliasi dengan YPG. Turki menganggap YPG perpanjangan dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK).
PKK adalah kelompok bersenjata Kurdi yang telah melancarkan pemberontakan di Turki tenggara selama lebih dari tiga dekade. Turki telah melabeli YPG dan PKK sebagai kelompok teroris.