Selasa 22 Oct 2019 03:00 WIB

Aktivitas Perikanan Tangkap di Rawapening Terganggu

Akses nelayan untuk menuju ke perairan danau ini juga terhalang oleh gulma.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Dwi Murdaningsih
 Warga membersihkan akar gulma dan ganggang yang telah mati di area genangan danau Rawapening yang mengalami penyusutan, wilayah Dusun Sumurup, Desa Asinan, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang.
Foto: Bowo Pribadi.
Warga membersihkan akar gulma dan ganggang yang telah mati di area genangan danau Rawapening yang mengalami penyusutan, wilayah Dusun Sumurup, Desa Asinan, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang.

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN--Musim kemarau yang masih berlangsung hingga bulan Oktober ini membuat luas area genangan danau Rawapening terus berkurang. Kondisi ini cukup mengganggu aktifitas nelayan, yang selama ini menyandarkan hidup dari hasil perikanan tangkap di danau alam ini.

Selain banyak pendangkalan akibat sedimentasi, akses nelayan untuk menuju ke perairan danau ini juga terhalang oleh gulma enceng gondok. Salah seorang nelayan Desa Kesongo, Kecamatan Tuntang, Darno (42) mengaku, berkurangnya luasan genangan Rawapening, ia kesulitan untuk menambatkan sampan.

Baca Juga

Karena garis genangan air rawa untuk menambatkan sampan juga semakin menjorok terlalu jauh ke arah tengah danau, karena dermaga sampaan mengering. Akibatnya nelayan harus mengangkat sampan terlebih dahulu, pada saat akan  pergi dan pulang mencari ikan di Rawapening.

Hal ini terpaksa dilakukan karena nelayan khawatir sampannya hilang, karena tempat untuk menambatkan sampan jauh dari perkampungan. "Sekitar satu kilometer kami harus mengusung sampan, agar bisa mencapai genangan air Rawa," ungkapnya, Senin (21/10).

Persoalan yang dihadapi nelayan, lanjutnya, tak hanya soal dermaga sampan yang mengering, saat akan mengakses ke tengah rawa juga terhalang lebatnya enceng gondok.

Belum lagi saat sampai di tengah danau. "Karena area tangkapan yang semakin berkurang tetapi dikeroyok banyak nelayan," tambahnya.

Sementara itu, nelayan asal Dusun Sumurup, Kecamatan Bawen, Setianto. Ia mengatakan alih pekerjaan dari perikanan ke pertanian biasa dilakukan srbagian nelayan saat muusim kemarau.

Karena penyusutan air danau dan sedimentasi.  "Apalagi saat ini kemarau panjang, kalau hanya mengandalkan ikan tangkapan untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari berat," katanya.

Mereka memilih memanfaatkan lahan sedimentasi untuk bercocok tanam padi. "Sehingga hasilnya masih bisa dinikmati," lanjutnya.

Sementara itu, laju sedimentasi dan populasi gulma rnceng gondok diamini oleh Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana, Ruhban Ruzziyatno. Salah satu penyebabnya karena perilaku masyarakat yang berada di danau Rawapening sendiri. Terutama kesadaran dalam menjaga lingkungan Rawaprning dan ekosistemnya.

Di lain pihak, upaya penanganan eceng gondok sudah dilakukan dari dulu, namun laju populasi dan upaya penanganan enceng gondok yang tidak seimbang. "Pertumbuhan eceng gondok itu sangat cepat, sehingga upaya penanganannya seperti tidak pernah maksimal," ungkapnya.

Ruhban juga mengatakan, laju populasi enceng gondok dipengaruhi oleh kualitas air di Rawapening akibat pengaruh 14 anak sungai yang bermuara di danau alam ini. Selain itu, jumlah keramba yang tidak terkendali juga menjadi salah satu pemicu, terutama akibat dampak penebaran pakan ikan setiap hari.

"Belum lagi tidak terkontrolnya para petani memanfaatkan lahan pasang surut dengan penggunaan jenis pupuk kimia," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement