REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Muqaddimah Ibnu Khaldun merupakan salah satu kitab klasik yang paling populer dalam peradaban manusia hingga berabad-abad lamanya. Kitab ini sangat istimewa, sehingga pendiri Facebook, Mark Zuckerberg memasukkannya dalam daftar wajib bacaan wajib manusia era digital. Dia menjadikan Muqaddimah sebagai bacaan bersama dalam komunitas A Years of Books yang digagasnya.
Ibnu Khaldun (1332-1406) merupakan seorang filsuf dan sejawaran muslim yang hidup di abad ke-14. Dia lahir di Tunisia dan wafat di Mesir. Sejak kecil, dia sudah hafal Alquran dan mampu menjadi seorang ulama, hakim, ahli fikih, ahli hukum, diplomat, para politik, dosen, sosiolog, sejarawan, hingga seniman, dan penyair.
Zuckerbeg tertarik membaca kitab ini karena fokus membahas alur kemunculan masyarakat dan kebudayaan, termasuk munculnya kota, politik, perdagangan, dan ilmu pengatahuan. Karena itu, menurut Zuckerberg karya Ibnu Khaldun ini layak dibaca agar manusia di era digital mengetahui tentang dunia yang dipahami saat itu.
Jauh sebelum ilmuan Barat menemukan berbagai macam terori ilmu sosialnya, Ibnu Khaldun melalui kitab Muqaddimah-nya ini sudah menelurkan terori-teori nya dengan lengkap, ilmiah, dan enak dibaca.
Teori-terorinya tentang berbagai studi ilmu pengetahuan merupakan temuan revolusioner yang diakui mendahului sekaligus dirujuk oleh para pemikir besar dunia, seperti Adam Smith, Max Weber, dan Arnold Y Toynbee. Karena itu, tak heran jika Ibnu Khaldun diakui sebagai bapak ilmu sosial, ekonomi, dan sejarah.
Dalam pembukaan Muqaddimah, Ibnu Khaldun mengawalinya dengan menjelaskan karakteristik bagsa-bangsa yang akan ia tulis. Misalnya, dia menjelaskan tentang karakteristik orang Badui, bagaimana cara mereka hidup, apa yang mereka kerjakan dan seterusnya.
Tidak hanya itu, Ibnu Khaldun bahkan menjelaskan sampai pada possi geografinya, jumlah muslim dan cuaca. Penjelasan tersebut diutarakan agar para pembaca tidak keliru dalam melihat sejarah secara utuh dan menyeluruh.
Kitab Muqaddimah ini selesai ditulis pada 1377 masehi. Namun, gagasan Ibnu Khaldun dalam buku ini masih relevan untuk diaplikasikan dalam penyelesaikan masalah-masalah yang muncul pada era digital ini. Karena itu, kitab ini diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk ke dalam bahasa Indonesia.