Selasa 22 Oct 2019 14:10 WIB

Kaisar Jepang Resmi Dinobatkan

Kaisar Naruhito (59 tahun) berjanji memenuhi tugasnya sebagai simbol negara.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Ani Nursalikah
Kaisar Naruhito meninggalkan aula setelah upacara penobatan di Imperial Palace di Tokyo, Selasa (22/10).
Foto: Kimimasa Mayama/Pool Photo via AP
Kaisar Naruhito meninggalkan aula setelah upacara penobatan di Imperial Palace di Tokyo, Selasa (22/10).

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Kaisar Jepang Naruhito resmi menyatakan naik takhta dalam upacara tradisional yang disaksikan pejabat tinggi lebih dari 180 negara, Selasa (22/10). Kaisar Naruhito (59 tahun) berjanji memenuhi tugasnya sebagai simbol negara.

Kaisar Naruhito mengemban tugas resmi pada Mei dalam upacara simbolis yang singkat. Kali ini, upacara tradisonal diadakan lebih besar dan rumit di istana kekaisaran di mana dia secara resmi mengumumkan perubahan statusnya kepada dunia.

Baca Juga

"Saya bersumpah akan bertindak sesuai dengan konstitusi dan memenuhi tanggung jawab saya sebagai simbol negara dan persatuan rakyat," kata suami Permaisuri Masako itu dengan suaranya yang agak serak.

Pidatonya didengarkan di depan sekitar 2.000 peserta, termasuk Wakil Presiden Indonesia yang baru dilantik KH Ma'aruf Amin dan juga Pangeran Charles dari Inggris. "Saya dengan tulus berharap Jepang akan berkembang lebih lanjut dan berkontribusi pada persahabatan dan kedamaian komunitas internasional, dan untuk kesejahteraan dan kemakmuran manusia melalui kebijaksanaan rakyat dan upaya tanpa henti," kata Naruhito.

Naruhito merupakan kasiar Jepang pertama yang lahir setelah Perang Dunia II. Dia naik takhta, ketika sang ayah Akihito menjadi raja Jepang pertama yang turun takhta dalam dua abad. Pengunduran diri Akihito dikarenakan usia yang membuatnya sulit melakukan tugas resmi.

"Karena dia masih muda dan enerjik dengan kepemipinan yang luar biasa,saya berharap dia akan mendukung orang-orang Jepang, yang telah menghadapi bencana dan topan yang berkelanjutan," kata Tomoko Shirakawa (51) yang berada di antara kerumunan warga di luar istana.

Perayaan arak-arakan yang telah lama direncanakan setelah penobatannya itu ditangguhkan oleh sebab masih dibayangi dampak Topan Hagibis yang menewaskan sedikitnya 80 orang. Parade publik ditunda hingga bulan depan untuk memungkinkan pemerintah mencurahkan perhatiannya pada normalisasi usai bencana.

Sementara, cuaca buruk Selasa memaksa istana mengurangi jumlah anggota keluarga istana dengan jubah kuno yang ambil bagian dalam upacara halaman meskipun langit cerah saat itu dimulai. Naruhito memulai upacara hari ini dengan 'melaporkan' penobatannya kepada leluhur kekaisarannya di salah satu dari tiga tempat suci di halaman istana. Dia mengenakan hiasan kepala hitam dan jubah putih murni dengan kereta panjang ditemani oleh seorang pelayan.

Dia kemudian diikuti oleh Permaisuri Masako (55), istrinya, yang berpendidikan Harvard. Dia mengenakan jubah putih berlapis 12 dan didampingi dua wanita dengan jubah ungu untuk mengatur kereta.

Untuk upacara utama di Matsu-no-Ma atau Hall of Pine, ruangan paling bergengsi di istana, Naruhito mengenakan jubah tradisional berwarna oranye dan hiasan kepala, seperti yang dilakukan ayahnya hampir tiga dekade lalu. Dia menyatakan penobatannya dari "Takamikura" (paviliun setinggi 6,5 meter yang beratnya sekitar delapan ton) dengan prasyarat ada pedang kuno dan permata (dua dari Tiga Harta Karun Suci) yang ditempatkan di sampingnya.

 

Konon, kedua benda suci itu telah diturunkan oleh seorang dewi dan dianggap sebagai bukti penting dari legitimasi seorang kaisar. Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe menyampaikan pidato ucapan selamat di depan para tamu termasuk Pangeran Charles. Dulu Pangeran menemani istrinya Putri Diana dalam menghadiri penobatan Akihito. Selain itu, hadir juga Sekretaris Transportasi AS Elaine Chao dan pemimpin sipil Myanmar Aung San Suu Kyi.

Abe kemudian memimpin para pejabat yang berkumpul dalam memberikan tiga sorakan "banzai" untuk Kaisar yang berarti umur panjang Kaisar. Meskipun banyak orang Jepang menyambut upacara penobatan, beberapa orang menganggapnya sebagai gangguan. "Tidak perlu upacara rumit seperti itu. Lalu lintas telah dibatasi dan menyebabkan ketidaknyamanan bagi orang biasa. Kaisar diperlukan sekarang sebagai simbol rakyat, tetapi pada titik tertentu, kaisar tidak lagi diperlukan. Segalanya akan baik-baik saja tanpa seorang kaisar," kata seorang pensiunan ahli bedah Yoshikazu Arai (74).

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement