Selasa 22 Oct 2019 16:36 WIB

Dituding Mata-Mata, Cina Tahan Profesor Asal Jepang

Media Jepang mengidentifikasi pria itu sebagai profesor dari Universitas Hokkaido.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Bendera Cina.
Foto: ABC News
Bendera Cina.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Seorang profesor asal Jepang ditahan otoritas China  karena dituding melakukan kegiatan spionase. Penangkapan terhadap dia dilakukan pada September lalu.

“Kedutaan Jepang di China mengonfirmasi seorang lelaki Jepang berusia 40-an ditahan di Beijing pada September karena dituduh melanggar hukum China,” kata juru bicara Pemerintah Jepang Yoshihide Suga, dikutip laman The Guardian, Senin (21/10).

Baca Juga

Suga telah memaparkan penjelasan tentang dugaan mata-mata yang dituduhkan otoritas China. Media Jepang mengidentifikasi pria itu sebagai profesor dari Universitas Hokkaido. Pria yang belum disebutkan namanya itu sebelumnya bekerja di Institut Nasional Studi Pertahanan di Kementerian Pertahanan dan Kementerian Luar Negeri Jepang.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying mengaku belum mengetahui secara detail tentang kasus penangkapan serta penahanan asal Jepang yang diduga mata-mata. Dia hanya mengatakan negaranya selalu menangani warga asing yang diduga melanggar hukum China, sesuai dengan hukum.

“China akan memberikan bantuan yang diperlukan agar Jepang melakukan tugas konsuler normal, sesuai dengan ketentuan yang relevan. Kami berharap Jepang dapat mengingatkan warganya untuk menghormati hukum dan peraturan China serta menghindari keterlibatan dalam kegiatan ilegal di China,” ujar Hua.

Menurut media Jepang, yakni Kyodo News dan Asahi Shimbun, sejak 2015, setidaknya 13 warga Jepang telah ditahan di China dengan berbagai tuduhan, termasuk spionase. Kendati demikian, hal itu memang tak terlalu mempengaruhi hubungan bilateral kedua negara.

Hubungan Jepang dengan China memang terkadang memanas karena adanya sejarah dan pertikaian teritorial antara mereka. Namun pada Juni lalu, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengatakan ingin meningkatkan dan mempererat hubungan bilateral dengan China. Dia hendak menciptakan era baru bagi relasi kedua negara dengan perekonomian terbesar di Asia.

Abe telah mengundang Presiden China Xi Jinping untuk mengunjungi negaranya. Xi diperkirakan akan memenuhi undangan itu pada awal tahun depan. Pada Oktober tahun lalu, Abe mengunjungi Beijing.

Saat menggelar konferensi pers bersama, Abe mengatakan saat ini hubungan bilateral antara Jepang dan China telah memasuki fase baru. "Dari kompetisi hingga koeksistensi, hubungan bilateral Jepang dan China telah memasuki fase baru. Bergandengan tangan dengan Perdana Menteri (China) Li (Keqiang), saya ingin memajukan hubungan kami," ujarnya.

Abe berpendapat, sebagai negara yang bertetangga, penguatan hubungan bilateral memang perlu dilakukan. "Kita tetangga, kita adalah mitra yang bekerja sama satu sama lain. Kita harus menghindari menjadi ancaman untuk satu sama lain," ucapnya.

Pernyataan Abe itu disambut positif oleh Li. "Kami berdua merasa ada kepentingan bersama untuk mempertahankan hubungan China-Jepang dalam jangka panjang yang stabil, yang juga bermanfaat bagi stabilitas kawasan," kata Li. 

Ia mengatakan, China bersedia meningkatkan dialog tingkat tinggi dengan Jepang. Kedua negara, ujar Li, juga sepakat untuk tidak saling mengancam dan mengarahkan agresi terhadap satu sama lain. "Kita perlu memiliki cara yang konstruktif untuk menghilangkan segala jenis friksi atau konflik antara kedua negara," katanya.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement