Selasa 22 Oct 2019 19:34 WIB

Untung-Rugi Kemitraan RCEP Bagi Indonesia

RCEP akan menjadi salah satu perjanjian perdagangan bebas terbesar di dunia.

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Nidia Zuraya
Ekspor-impor (ilustrasi)
Ekspor-impor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyelesaian perundingan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional atau Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) ditargetkan rampung pada November mendatang. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan (Kemendag), Iman Pambagyo, dalam jumpa pers di Kantor Kemendag, Jakarta Pusat, Selasa (21/10).

Iman meyakini RCEP akan menjadi salah satu Free Trade Agreement (FTA) atau perjanjian perdagangan bebas terbesar di dunia. "RCEP akan menjadi mega FTA, terbesar di dunia, mengingat tiga negara besar yaitu China, India, dan Indonesia tergabung di dalamnya," ujar Iman.

Baca Juga

Kata Iman,  Indonesia merupakan pencetus RCEP saat menjadi ketua Asean pada 2011. RCEP melibatkan 16 negara yang terdiri atas sepuluh negara Asean serta enam negara lain seperti Australia, Selandia Baru, Cina, Jepang, India, dan Korea Selatan (Korsel).

Iman menyebut gabungan 16 negara ini mewakili 40 persen perdagangan dunia dan 42 persen ekspor seluruh dunia pada 2016. Selain itu, 16 negara tersebut memiliki pangsa pasar yang besar yakni 3,5 miliar penduduk.

Iman menyampaikan, lambatnya proses perundingan yang molor hingga 2019 tak lepas dari adanya permasalahan di masing-masing negara, mulai dari perubahan pemerintahan yang membuat proses perundingan melambat. Namun begitu, proses perundingan kini sudah memasuki tahap finalisasi yang akan diselesaikan pada November mendatang. Dari 16 negara, kata Iman, sudah tercatat 225 poin kesepakatan pasangan bilateral, di mana 185 perjanjian telah disepakati dan sisanya masih dalam proses.

"RCEP intinya menjembatani jurang perbedaan pembangunan negara anggota agar sama-sama untung dan tidak ada yang merasa dirampok dari perundingan ini," lanjut Iman.

Iman menilai penyelesaian perundingan RCEP merupakan momentum yang tepat di tengah kondisi ketidakpastian global akibat perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan Cina. Dampak dari hal tersebut, Iman menyangsikan pertumbuhan perdagangan global mencapai 3,7 persen di akhir 2019.

"Saya ragu, mungkin hanya 2,4 persen atau 2,6 persen, itu masih prediksi," ucap Iman.

Dalam merampungkan penyelesaian perundingan RCEP, kata Iman, 16 negara telah memberikan ruang kepada 40 lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk duduk bersama dengan pelaku usaha membahas hal-hal sensitif.

"Kita dudukan satu ruangan, kita harapkan dua komponen ini saling mendengar. Ini samgat membantu kita dalam perundingan, untuk beberapa sektor sensitif biasanya kita sepakat dengan NGO (LSM)," lanjut Iman.

Bagi Indonesia sendiri, kata Iman, penyelesaian perundingan RCEP merupakan hal yang positif. Indonesia memiliki peluang besar untuk meningkatkan ekspor dengan lebih mudah ke 3,5 miliar penduduk negara yang terdaftar di RCEP.

"Ini akan mendorong perdagangan dan investasi kita," sambung Iman.

Iman memperkirakan penyelesaian perundingan RCEP akan mampu meningkatkan ekspor Indonesia pada lima tahun pertama setelah berlakunya perundingan sebesar delapan hingga sebelas persen. Capaian ini diyakini terus meningkat antara 18 persen hingga 22 persen setelah melewati lima tahun pertama.

Lebih lanjut Iman menuturkan, investasi yang sudah masuk tersebut akan diikuti oleh meningkatkan produktivitas perdagangan. Proyeksi ini diambil pada 2013, di mana belum terjadinya perang dagang AS dan Cina.

"RCEP ini potensi besar bagi Indonesia, dengan catatan kita mampu selesaikan pekerjaan rumah (PR). Alhamdulillah pemerintahan Jokowi pertama sudah fokus untuk pembangunan infrastruktur ekonomi," papar Iman.

Selain itu, menurut Iman, Indonesia juga perlu meningkatkan hal-hal lain seperti  penyederhanaan perizinan hingga kemudahan berusaha. Iman juga mengajak kementerian dan lembaga lain untuk ikut mendorong reformasi iklim investasi.

"Yang tak kalah penting ialah kepastian peraturan perundang-undangan. Investor perlu ini. Jangan berubah terus," ungkap Iman.

Apabila pekerjaan rumah ini dibenahi, Iman optimistis Indonesia akan meraup manfaat besar dari perundingan RCEP. Iman juga ingin membangun kesadaran Indonesia untuk tak lagi merasa pesimistis dalam menghadapi persaingan di kancah global.

Oleh karenanya, Iman menilai tidak perlu khawatir atas kehadiran produk impor sebagai dampak dari perjanjian perdagangan internasional. Kata Iman, Indonesia tak harus berada dalam posisi 'bertahan' dalam perdagangan global, melainkan melakukan 'penyerangan' dalam arti meningkatan ekspor produk keluar negeri.

"Pertahanan yang paling baik adalah menyerang. Ke depan harus lihat pasar Indonesia dan dunia tidak ada batasnya apalagi kalau bicara digital ekonomi, intinya kalau konsepnya hanya bertahan, Indonesia akan tertinggal dan nggak bisa bersaing di dunia," ucap Iman.

Oleh karena itu, kata Iman, Indonesia harus  membangun daya saing dengan mampu menyediakan produk barang dan jasa yang bersaing dengan produk yang masuk ke Indonesia dari segi kualitas dan harga.

"Perlu dukungan SDM yang kuat. Itu salah satu hambatan kita dalam mendorong proses industrialisasi," kata Iman.

Iman menilai SDM Indonesia banyak yang diakui di dunia internasional. Pun dengan produk-produk Indonesia yang sudah merambah pasar dunia. Indonesia pun diprediksi menjadi negara dengan ekonomi terbesar ketujuh dunia pada 2030 dan keempat pada 2050

"Kita punya potensi, tapi kita cenderung melihat sebagai korban seperti katak dalam tempurung, sikap kita seperti sikap ketakutan, ayo beresin kalau memang ini PR kita. Perundingan ini tidak bisa menunggu, pasar akan diambil orang kalau kita nggak ambil dari sekarang,"

Ketua Komite Perunding Perdagangan RCEP itu menilai komitmen dan arahan para menteri RCEP dapat menjadi pegangan bagi tim perunding untuk menyelesaikan semua isu perundingan, termasuk isu-isu yang

bersifat politis.

Kata Iman, arahan dari para menteri RCEP telah disepakati dan dalam 10 hari ini, Komite Perunding RCEP, di bawah koordinasi Indonesia harus mampu menyelesaikan perundingan sehingga pengumuman konklusi dapat dilakukan pada KTT RCEP ke-3 pada 4 November 2019 di Bangkok, Thailand.

Sebelumnya, para menteri dari 16 negara RCEP telah bertemu dalam pertemuan intersesi kesembilan di Bangkok, Thailand, pada Sabtu (12/10).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement