REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bergabungnya Partai Gerindra ke dalam kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin, membuat kekuatan oposisi semakin berkurang. Namun, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akan menggandeng Front Pembela Islam dan Persaudaraan Alumni (PA) 212 sebagai pihak yang akan mengawasi dan mengkritisi kerja pemerintah.
"Selama semuanya (FPI dan PA 212) sesuai koridor konstitusi kita akan mengajak," ujar Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (22/10).
Ia menjelaskan, PKS sesungguhnya tidak percaya diri secara matematis untuk menjadi oposisi. Sebab secara tidak langsung, untuk "melawan" pemerintahan dengan jumlah oposisi yang sedikit akan terasa sulit.
"Tetapi kan politik tidak matematis, saya mencatat belakangan ini ada satu hukum besar hukum sentimen publik. Ketika publik bersatu punya keinginan dan sentimen, ternyata itu sangat powerful," ujar Mardani.
Menurutnya, itu terbukti ketika masyarakat bersatu untuk menolak sejumlah poin yang kontroversial dari Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Padahal saat itu, hampir seluruh fraksi di DPR mendukung adanya undang-undang tersebut.
"Kalau pemerintah sebesar apapun tidak bisa mengelola, maka akan muncul. Karena ini memang hakekatnya demokrasi kedaulatan ada ditangan rakyat ketika terwadahi dalam sistem ketatanegaraan politik," ujar Mardani.
Meski begitu, ia tetap menghargai keputusan Partai Gerindra bergabung dengan kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin. Sebab, hal seperti itu merupakan hal lumrah dalam berpolitik.
Ia juga berharap, partai lain pendukung pasangan calon Prabowo Subianto-Sandiaga Uno juga berada dalam peron oposisi. Agar mekanisme check and balance kepada pemerintahan tetap terjaga.
"Tetap berdoa dan berharap semua partai politik pendukung Prabowo-Sandi ada di barisan kami oposisi. Ini yang sehat buat demokrasi, ini yang sesuai dengan logika demokrasi," ujar Mardani.