REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rapat Dewan Komisioner (RDK) Otoritas Jasa Keuangan pada Rabu (23/10) menilai stabilitas sektor jasa keuangan hingga pekan keempat Oktober dalam kondisi terjaga di tengah perlambatan pertumbuhan perekonomian global. Intermediasi sektor jasa keuangan tercatat membukukan perkembangan yang stabil dengan profil risiko yang terkendali.
Dalam siaran persnya, OJK menilai, melemahnya indikator ekonomi utama yaitu indeks keyakinan konsumen, tingkat inflasi, purchasing manager index dan industrial production di negara ekonomi maju berdampak pada penurunan permintaan di negara berkembang. Ini menjadi pertimbangan utama Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global di tahun 2019 dari 3,3 persen menjadi 3,0 persen.
Bank Sentral negara ekonomi maju menyikapi hal tersebut dengan cenderung semakin dovish dan akan diikuti kebijakan yang ekspansif. Dari kondisi itu, serta perkembangan terakhir trade war dan Brexit yang cukup positif telah mendorong aliran dana investor global masuk ke pasar keuangan emerging markets, termasuk Indonesia.
Pada bulan September 2019, investor nonresiden mencatatkan net buy sebesar Rp 12,5 triliun di pasar keuangan domestik. Pasar SBN mencatatkan penguatan yield sebesar 8,0 bps (mtd) dengan net buy investor nonresiden sebesar Rp 19,8 triliun.
Sementara itu, sejalan dengan pergerakan mayoritas pasar saham emerging markets di kawasan, IHSG mencatatkan pelemahan sebesar 2,5 persen (mtm) menjadi 6.169,1 dengan net sell investor nonresiden sebesar Rp 7,23 triliun.
Sampai dengan 18 Oktober 2019, pasar SBN mencatatkan perkembangan yang positif dengan penurunan yield sebesar 83,0 bps (ytd) dengan net buy investor nonresiden sebesar Rp 145,4 triliun. Sedangkan IHSG mencatatkan pelemahan tipis sebesar 0,04 persen (ytd) meskipun investor nonresiden mencatatkan net buy sebesar Rp 49,3 triliun.