Rabu 23 Oct 2019 19:47 WIB

Peneliti LIPI: Penyeimbang Pemerintahan di Parlemen Lemah

Harapan penyeimbang sekarang ini hanya melalui gerakan sosial atau masyarakat.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Ratna Puspita
Perkenalan Kabinet Indonesia Maju. Presiden Joko Widodo dan Wapres Maruf Amin saat mengenalkan jajaran Kabinet Indonesia Maju  di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (23/10).
Foto: Republika/ Wihdan
Perkenalan Kabinet Indonesia Maju. Presiden Joko Widodo dan Wapres Maruf Amin saat mengenalkan jajaran Kabinet Indonesia Maju di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (23/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Politik LIPI Firman Noor mengatakan, tidak bisa mengharapkan adanya kekuatan di parlemen sebagai penyeimbang pemerintahan. Sebab, karakter partai politik di parlemen yang terlibat di kabinet cenderung afirmatif terhadap pemerintah.

"(Hanya) menjadi guardian. Hanya dua partai yang memiliki karakter menolak atau kritis ketika punya posisi di kabinet, yaitu PAN dan PKS. PAN di era Jokowi jilid pertama, PKS di era SBY, tetapi sekarang dua kekuatan ini di parlemen sudah sangat lemah," ujar Firman usai diskusi Salemba Policy Center di gedung Rektorat Universitas Indonesia (UI) Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (23/10).

Baca Juga

Ia mengatakan harapan mengenai kemungkinan suara kritis yang muncul dari internal partai politik koalisi pemerintah memang masih ada. Namun, menurut dia, kekritisan ini akan dapat berujung pada stagnancy karena saling mengunci di dalamnya. "Kemudian terjadi kartel karena saling mendukung," kata dia. 

Ia mengatakan kekuatan parlemen menjadi penyeimbang (check and balances) juga akan sangat lemah jika hanya mengandalkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menyatakan dengan tegas akan menjadi oposisi. Ia mengatakan PKS juga sepertinya menyadari posisinya dalam menjadi kekuatan penyeimbang akan tidak mudah.

"Saya kira statement dari pimpinan PKS kan bilang kami akan jadi oposisi yang nothing to lose, sudah jelas sendirian mau apa lagi sudah teriak aja gitu kan, apakah itu kemudian ditampung dalam parlemen secara keseluruhan ini kan persoalan lain yang jelas suara terlalu minim untuk bisa menang di parlemen," jelas Firman.

Dia mengatakan harapan penyeimbang sekarang ini hanya melalui gerakan sosial (civil society) atau gerakan masyarakat. Gerakan-gerakan ini seperti gerakan mahasiswa, pers, dan sebagainya.

 

 

 

 

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
هٰٓاَنْتُمْ هٰٓؤُلَاۤءِ تُدْعَوْنَ لِتُنْفِقُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِۚ فَمِنْكُمْ مَّنْ يَّبْخَلُ ۚوَمَنْ يَّبْخَلْ فَاِنَّمَا يَبْخَلُ عَنْ نَّفْسِهٖ ۗوَاللّٰهُ الْغَنِيُّ وَاَنْتُمُ الْفُقَرَاۤءُ ۗ وَاِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْۙ ثُمَّ لَا يَكُوْنُوْٓا اَمْثَالَكُمْ ࣖ
Ingatlah, kamu adalah orang-orang yang diajak untuk menginfakkan (hartamu) di jalan Allah. Lalu di antara kamu ada orang yang kikir, dan barangsiapa kikir maka sesungguhnya dia kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah Yang Mahakaya dan kamulah yang membutuhkan (karunia-Nya). Dan jika kamu berpaling (dari jalan yang benar) Dia akan menggantikan (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan (durhaka) seperti kamu (ini).

(QS. Muhammad ayat 38)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement