REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendiri Mediatama Televisi, Wishnutama Kusbandio resmi menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif periode 2019-2024. Segudang pekerjaan besar menanti Wishnutama untuk membenahi pariwisata nasional yang digadang-gadang menjadi penyumbang devisa terbesar.
Pakar Pariwisata, Azril Azharil, menyampaikan setidaknya terdapat tiga pekerjaan besar yang harus dikerjakan Kemenpar di masa awal pemerintahaan kali ini. Pertama, kata dia, Kementerian Pariwisata harus membentuk Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) khusus sektor pariwisata.
Pembentukan KBLI Pariwisata sendiri harus dilakukan dengan menggandeng Badan Pusat Statistik untuk menentukan indikator-indikator pariwisata secara jelas. Hal itu penting, agar pemerintah bisa mengetahui betul perkembangan usaha di bidang pariwisata. Apalagi, Kementerian Pariwisata juga mendapat tambahan untuk mengurus ekonomi kreatif yang sebagian merupakan pariwisata.
Menurutnya, jika Kemenpar fokus hanya diperlukan waktu satu bulan untuk menyusun KBLI Pariwisata. "Selama ini, sektor pariwisata itu sendiri belum ada. Jadi hitungan pariwisata masih mengambil dari akomodasi, transportasi, atau kegiatan-kegiatan di sektor lain. Sektor pariwisata sendiri belum ada," kata Azril kepada Republika.co.id, Rabu (23/10).
Catatan kedua, yakni peta jalan pengembangan tenaga kerja pariwisata. Azril yang juga menjadi Ketua Umum Cendekiawan Pariwisata mengatakan, pemerintah sama sekali belum membuat roadmap pengembangan tenaga kerja. Hal itu mesti dikerjasamakan dengan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas).
"Sampai detik ini roadmap itu belum ada. Bagaimana kita menghitung perencanaan dan mengembangan industrinya kalau tenaga kerjanya belum jelas," katanya. Azril menegaskan, Wishnutama harus membuat peta jalan pengembangan tenaga kerja pariwisata dalam jangka menengah panjang.
Lebih lanjut, catatan ketiga Azril mengenai dasar kebijakan dalam mengemas destinasi wisata. Ia menegaskan, dua kunci dari pengembangan destinasi yakni keunikan dan keotentikan pariwisata yang ada. Setiap destinasi harus menonjolkan dua keunikan dan keotentikan sebagai dasar daya tarik wisata.
Ia pun tak setuju dengan istilah 10 Bali Baru yang digencarkan pemerintah. Sebab, tidak semestinya pembangunan destinasi harus sama di setiap daerah. Justru model pengembangan seperti itu hanya akan membuat pariwisata di Indonesia menjadi monoton.
"Harus unik dan otentik. Jangan hanya destinasi tapi juga harus ada event yang berkualitas. Dan, jangan hanya promosi, tapi bangun pariwisata itu," kata Azril.