REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana hukum Allah SWT. Itulah julukan yang disematkan kepada para kadi atau hakim. Karena itu, sepanjang era kejayaan Islam, mereka yang menyandang status hakim sangat dihormati. Hakim bahkan dianggap sebagai jabatan paling berpengaruh di bawah khalifah dan wazir istana.
Di mata Imam al Mawardi (975-1058), ahli ilmu tatanegara di era Abbasiyah, sebagai pelaksana hukum Allah SWT, seorang hakim harus mengedepankan prinsip kebenaran dalam bertugas. Sementara dalam pengertian umum, kadi atau hakim diartikan sebagai pelaksana undang-undang atau hukum di negara Islam.
Adapun sumber hukum tertinggi di negara Islam adalah Alquran serta hadis. Pada buku Ensiklopedi Islam dinyatakan, keputusan kadi dalam berbagai kasus yang ditangani, diharapkan bisa mengikis segala bentuk kezaliman di tengah masyarakat.
Hal ini senada dengan pendapat Imam as-San'ani. Ulama besar yang wafat pada 1772 ini menegaskan, sejak awal kelahiran Islam dan masa kekhalifahan, profesi hakim mempunyai tugas mulia. Ia harus mampu mendekatkan kebenaran hukum Allah SWT ke kehidupan nyata.
Karena itu, sebagian besar ulama klasik mensyaratkan agar hakim berlatar belakang mujtahid. Di era kekhalifahan abad pertengahan, kedudukan hakim dalam ranah hukum dan peradilan, sangat penting dan strategis.
Seiring perjalanan waktu, terang Josef W Meri dan Jere L Bacharach, tugas dan fungsi hakim terus berkembang. Awalnya, hakim memiliki tugas sangat terbatas. Tapi, sejak era Abbasiyah, mereka bukan sekadar pejabat peradilan, melainkan pula administratif hingga simbolik,” kata mereka dalam buku Medieval Islamic Civilization.