Kamis 24 Oct 2019 10:55 WIB

BMKG Pastikan Gelombang Panas tak Landa Indonesia

Fenomena yang terjadi adalah suhu panas yang disebabkan gerak semu matahari.

Rep: Wahyu Suryana, Lilis Sri Handayani/ Red: Karta Raharja Ucu
Gelombang panas
Foto: reuters
Gelombang panas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengklarifikasi isu yang menyebutkan Indonesia saat ini dilanda gelombang panas. Menurut Deputi Bidang Meteorologi BMKG Mulyono R Prabowo, fenomena yang terjadi adalah suhu panas yang disebabkan gerak semu matahari.

"Saat ini, Indonesia dilanda suhu panas, bukan gelombang panas, sehingga dengan demikian fenomena gelombang panas tidak terjadi di Indonesia," ujar Mulyono dalam keterangan tertulis, Rabu (23/10).

Dia menjelaskan, gelombang panas umumnya terjadi di wilayah lintang menengah dan tinggi. Sementara itu, Indonesia berlokasi di khatulistiwa sehingga tidak mungkin mengalami gelombang panas.

Sejak beberapa hari terakhir, atmosfer di Indonesia bagian selatan diketahui relatif lebih kering. Pertumbuhan awan di atas wilayah tersebut berkurang sehingga area yang tertutupi awan menjadi lebih sedikit. Minimnya tutupan awan memicu peningkatan suhu permukaan bumi. Mulyono mengatakan, hal itu kemudian meningkatkan suhu udara.

Posisi semu matahari, lanjut dia, akan terus bergerak ke belahan bumi selatan hingga Desember 2019. Fenomena ini berdampak terutama pada wilayah Indonesia bagian selatan. Di antara daerah Tanah Air yang terpapar suhu panas ialah Pulau Jawa, Bali, Kepulauan Nusa Tenggara, Provinsi Sulawesi Selatan, dan beberapa titik di Papua.

Mulyono menyatakan, fenomena gerak semu matahari merupakan siklus tahunan. Karena itu, potensi suhu udara panas dapat berulang pada tahun mendatang.

"Berdasarkan data historis, suhu maksimum di Indonesia belum pernah mencapai 40 derajat Celsius. Data BMKG menyebut, suhu tertinggi yang pernah terjadi di Indonesia sebesar 39,5 derajat Celsius pada tahun 2015 di Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah," ujar dia.

Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), BMKG setempat membantah kabar suhu udara sejumlah lokasi di provinsi tersebut mencapai 40 derajat Celsius. "Berita tersebut hoakskarena tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah," ujar Kepala Stasiun Klimatologi Mlati Yogyakarta Reni Kraningtyas, Rabu.

Dia menjelaskan, berdasarkan penga matan Stasiun Klimatologi Mlati Yogyakarta, suhu udara maksimum sejak Selasa (22/10) hingga Rabu (23/10) ialah 32 derajat celsius. Adapun suhu udara paling tinggi dalam lima hari terakhir mencapai 36 derajat Celsius pada Senin (21/10).

Menurut Reni, pergerakan suhu udara saat ini dipengaruhi masa pancaroba. Dia berharap, masyarakat mempersiapkan diri terhadap gejala-gejala alam yang cepat berubah.

"Waspadai kondisi cuaca ekstrem yang berpotensi terjadi, seperti angin kencang atau puting beliung, serta hujan intensitas sedang hingga lebat yang bersifat lokal," kata dia.

Di Jawa Barat, masyarakat wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan (Ciayumajakuning) diimbau mewaspadai suhu udara yang diperkirakan mencapai 39 derajat Celsius pada Rabu (23/10). Warga setempat diharapkan untuk menjaga diri dari dehidrasi serta paparan langsung terik sinar matahari. Ini merupakan suhu udara tertinggi di Ciayumaja kuning dalam lima tahun terakhir, kata prakirawan BMKG Stasiun Meteo rologi Kertajati Ahmad Faa Izyn, Rabu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement