REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menyatakan, Gunung Merapi mengalami enam kali gempa guguran selama periode pengamatan pada Rabu (23/10) mulai pukul 00:00-24:00 WIB. Gempa guguran adalah getaran akibat bongkahan-bongkahan batuan berukuran besar terlepas dari kubah lava
Kepala BPPTKG Hanik Humaida melalui keterangan resminya di Yogyakarta, Kamis (24/10) menyebutkan, pada periode pengamatan itu juga tercatat empat kali gempa hybrid atau fase banyak, satu kali gempa tektonik. Kemudian juga terjadi dua kali gempa vulkanik dalam, dan satu kali gempa low frequency.
Berdasarkan pengamatan visual, tampak asap solfatara berwarna putih keluar dari Gunung Merapi dengan intensitas tipis hingga sedang dengan ketinggian 25 meter di atas puncak. Pada periode pengamatan sejak Rabu (23/10) pukul 00:00 WIB hingga Kamis (24/10) pukul 06:00 WIB, BPPTKG tidak mencatat adanya guguran lava yang keluar dari Gunung Merapi.
Hingga saat ini, BPPTKG mempertahankan status Gunung Merapi pada Level II atau Waspada. Untuk sementara tidak merekomendasikan kegiatan pendakian kecuali untuk kepentingan penyelidikan dan penelitian yang berkaitan dengan mitigasi bencana.
"BPPTKG mengimbau warga tidak melakukan aktivitas dalam radius tiga kilometer dari puncak Gunung Merapi," kata Hanik.
Sehubungan semakin jauhnya jarak luncur awan panas guguran Merapi, BPPTKG mengimbau warga yang tinggal di kawasan alur Kali Gendol untuk waspada. Masyarakat juga diminta tidak terpancing isu-isu mengenai erupsi Gunung Merapi yang tidak jelas sumbernya dan tetap mengikuti arahan aparat pemerintah daerah atau menanyakan langsung ke Pos Pengamatan Gunung Merapi atau kantor BPPTKG, atau melalui media sosial BPPTKG.