REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyampaikan penurunan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) telah berdampak pada penurunan suku bunga deposito dan kredit. Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menyampaikan transmisinya ke pasar memang masih membutuhkan waktu.
Penurunan suku bunga acuan BI pada beberapa bank lebih cepat tersalurkan pada suku bunga deposito daripada kredit. Dari 100 basis poin yang telah BI turunkan dalam empat bulan terakhir, suku bunga deposito sudah turun 26 basis poin, dan suku bunga kredit baru delapan basis poin per September 2019.
"Kita berharap perbankan akan segera menurunkan lagi suku bunganya untuk mendorong pertumbuhan baik kredit maupun pendanaan," kata Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur BI bulan Oktober, Kamis (24/10).
BI juga telah meluncurkan sejumlah bauran kebijakan yang akomodatif agar ekspansi kredit bisa tetap terjaga kestabilannya. Seperti, pelonggaran likuiditas melalui Giro Wajib Minimum (GWM), Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM), operasi moneter yang ekspansif, hingga kelonggaran uang muka kredit properti dan kendaraan bermotor.
Ini semua bertujuan mendorong ekonomi baik dari sisi pembiayaan oleh perbankan, maupun diupayakan untuk mendorong permintaan pembiayaannya. Perry optimis dengan bauran kebijakan tersebut maka pertumbuhan kredit di akhir tahun bisa mencapai target 10-11 persen.
Menurutnya, proyeksi kondisi pasar yang dilihat dari survei-survei menunjukkan bahwa kuartal IV akan tumbuh lebih baik. BI sendiri memproyeksi pertumbuhan kredit perbankan diprakirakan dalam kisaran 10-12 persen (yoy) pada 2019 dan 11-13 persen (yoy) pada 2020.
"Segala kebijakan juga bertujuan sebagai penopang untuk pertumbuhan ekonomi tahun depan yang diproyeksikan lebih tinggi," kata Perry.
Ia juga menggarisbawahi dari sisi pendanaan, meski dari sisi perbankan masih rendah, namun peningkatan signifikan muncul dari sisi pasar modal. Akibat transmisi suku bunga BI di perbankan masih belum terasa, industri memilih pendanaan dari sektor pasar modal.
"Sementara pembiyaan melalui kredit perbankan belum meningkat besar, tapi dari pasar modal tumbuh cukup baik," kata Perry.
Per September 2019, penerbitan obligasi, sukuk, Efek Beragun Aset (EBA) tumbuh 28,1 persen (yoy). Demikian juga Medium Term Notes (MTN) yang tumbuh 17,3 persen. Perry mengatakan, hal ini menunjukkan korporasi-korporasi gencar mencari pembiayaan dari pasar modal.
Sementara untuk pencarian dana melalui Initial Public Offering (IPO) masih belum cukup kuat dipengaruhi gejolak pasar saham global. Tumbuhnya hanya 6,5 persen. Sehingga secara umum, kebijakan penurunan suku bunga juga berimbas pada pembiayaan ekonomi di pasar modal.