REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Asap hasil kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) menyelimuti Kota Palembang tiap sore hari selama sepekan terakhir serta tak henti dikeluhkan masyarakat yang beraktivitas. Pantauan di Palembang, Kamis (24/10), menunjukkan asap cukup pekat menyelimuti jalan-jalan utama dan padat kendaraan di kota tersebut.
Asap membuat intensitas cahaya matahari meredup kekuning-kuningan. Asap cenderung lebih pekat di wilayah yang berdekatan dengan lokasi karhutla seperti Kertapati, Jalan Soekarno Hatta dan Kenten.
"Intensitas asap memang meningkat pada sore hari yakni mulai pukul 16.00 WIB hingga malam hari akibat labilitas udara yang stabil atau tidak ada massa udara naik pada waktu tersebut," kata Kepala Seksi Observasi dan Informasi Stasiun Meteorologi SMB II Palembang Bambang Benny Setiaji.
Menurut dia, asap masih akan terus menyelimuti Kota Palembang selama kebakaran hutan dan lahan di wilayah Timur dan Tenggara Palembang masih terjadi, terutama dari wilayah OKI. Asap tersebut dibawa angin berkecepatan 9 sampai 37 kilometer perjam dari wilayah Banyu Asin 1, Pampangan, Pedamaran, Tulung Selapan, Cengal, Lempung dan Pematang Panggang OKI.
"Fenomena asap diindikasikan dari kelembapan yang rendah dengan partikel-partikel kering di udara, membuat jarak pandang berkurang, beraroma khas, terasa perih di mata, mengganggu pernafasan serta matahari terlihat berwarna jingga," jelasnya.
Akibat asap tiap sore hari, kualitas udara di Kota Palembang kerap berada di level tidak sehat hingga berbahaya berdasarkan data Air Visual. Seperti pada Kamis sore, data Air Visual terintegrasi satelit Pukul 18.00 WIB memantau Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) berada di angka 405 dengan kategori berbahaya atau setara 356 mikrogram/meter kubik PM 2,5.
"Kami menghimbau agar masyarakat tetap memakai masker dan waspada saat berkendara serta mengurangi aktifitas di luar rumah," tambahnya.
Sementara salah seorang ojek daring, Hendra Ariawan mengaku pasrah dengan kondisi asap sepekan terakhir yang meningkat pada sore hari saat intensitas orderan juga meningkat seiring jam pulang kantor. "Bagaimanapun yang namanya ada order ya diambil, kalau alasan kesehatan mungkin saya tambah tidak dapat penghasilan, makanya saya berharap pemerintah terus berupaya memadamkan karhutla, bila perlu presiden turun ke Sumsel," jelas Hendra.