Kamis 24 Oct 2019 22:07 WIB

Polisi Tangkap Penyandang Dana Kelompok Bom 'Peluru Ketapel'

kelompok bom 'peluru ketapel' yang berencana mengagalkan pelantikan presiden

Rep: Flori Sidebang/ Red: Esthi Maharani
Presiden Joko Widodo saat acara pelantikan Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024 di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Ahad (20/10).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Presiden Joko Widodo saat acara pelantikan Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024 di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Ahad (20/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Polda Metro Jaya kembali menangkap dua tersangka yang tergabung dalam kelompok bom 'peluru ketapel' yang berencana mengagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih. Kedua tersangka itu, yakni Suci Rahayu dan Abu Yaksa yang diduga berperan sebagai penyandang dana bagi kelompok tersebut.

Kasubbid Penmas Bidang Humas Polda Metro Jaya, AKBP I Gede Nyeneng mengatakan, Suci Rahayu memberikan uang senilai Rp 700 ribu kepada tersangka SH yang telah lebih dulu ditangkap polisi. Gede menyebut, uang itu diberikan secara bertahap sebanyak dua kali.

"SR (Suci Rahayu) memberikan uang atau sebagai penyandang dana dengan jumlah Rp 700 ribu kepada tersangka SH. Pertama (diberikan tunai) Rp 200 ribu, kedua (dikirim ke rekening SH) Rp 500 ribu," kata Gede dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Kamis (24/10).

Sedangkan tersangka Abu Yaksa, sambung Gede, memberikan uang senilai Rp 75 ribu kepada tersangka SH. Gede menuturkan, seluruh uang itu digunakan untuk membeli perlengkapan pembuatan bom 'peluru ketapel'. Meski demikian, polisi belum mengatahui berapa total dana secara keseluruhan yang telah terkumpul.

"Masih dalam pengembangan. Jadi belum bisa disampaikan seluruh totalnya berapa," papar Gede.

Sebelumnya diberitakan, polisi menangkap enam tersangka terkait perencanaan bom menggunakan 'peluru ketapel' tersebut, masing-masing berinisial SH, E, FAB, RH, HRS, dan PSM. Keenam tersangka itu tergabung dalam sebuah grup WhatsApp bernama F yang beranggotakan 123 orang.

Atas perbuatannya, para tersangka dikenakan Pasal 169 ayat 1 KUHP dan atau Pasal 187 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 Undang-Undang Darurat. Dengan ancaman hukuman lima sampai dua puluh tahun penjara.

Polisi menyebut, kelompok tersebut masih berkaitan dengan aksi penggagalan pelantikan yang direncanakan oleh dosen nonaktif Institut Pertanian Bogor (IPB) Abdul Basith.

Adapun, Abdul Basith juga terlibat dalam peledakan menggunakan bom molotov saat aksi unjuk rasa berakhir ricuh di daerah Pejompongan, Jakarta Pusat, 24 September 2019 serta rencana peledakan bom rakitan saat aksi unjuk rasa Mujahid 212 pada 28 September 2019.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement