Jumat 25 Oct 2019 01:45 WIB

Polisi Temukan Badik dari Penyandang Dana Peluru Ketapel

Polisi menangkap anggota peluru ketapel yang menjadi tersangka.

Rep: Flori Anastasia/ Red: Muhammad Hafil
Senjata tajam (Ilustrasi)
Foto: Rakhmawaty La'lang/Republika
Senjata tajam (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasubbid Penmas Bidang Humas Polda Metro Jaya AKBP I Gede Nyeneng mengatakan, pihaknya menangkap seorang lelaki yang juga berperan sebagai penyandang dana bagi kelompok 'peluru ketapel' yang diduga berencana menggagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih. Yakni, Abu Yaksa.

Dari tangan Abu Yaksa, polisi menyita sebilah badik. Kepada polisi, Abu Yaksa mengaku badik itu hanya digunakan untuk menjaga dirinya. Namun, polisi masih mendalami, apakah badik itu digunakan untuk hal lain atau tidak.

Baca Juga

"Pengakuannya (badik) untuk jaga diri, karena belum ada barang bukti yang membuktikan bahwa badik digunakan untuk yang lain," ujar Gede di Polda Metro Jaya, Kamis (25/10).

Untuk diketahui, polisi kembali menangkap dua tersangka, yakni Suci Rahayu dan Abu Yaksa yang tergabung dalam kelompok bom 'peluru ketapel' yang berencana mengagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih. Keduanya berperan sebagai penyandang dana.

Tersangka Suci terbukti memberikan uang sebesar Rp 700 ribu kepada tersangka SH yang lebih dulu ditangkap polisi. Sedangkan Abu Yaksa memberikan uang senilai Rp 75 ribu. Seluruh uang itu digunakan untuk membeli keperluan pembuatan bom 'peluru ketapel'.

Polisi menangkap Suci di Mekarsari, Tambun Selatan, Bekasi, Selasa (22/10) sekitar pukul 00.15 WIB. Sedangkan Abu Yaksa ditangkap keesokan harinya di Menteng, Jakarta Pusat.

Sebelumnya diberitakan, polisi menangkap enam tersangka terkait perencanaan bom menggunakan 'peluru ketapel' tersebut, masing-masing berinisial SH, E, FAB, RH, HRS, dan PSM. Keenam tersangka itu tergabung dalam sebuah grup WhatsApp bernama F yang beranggotakan 123 orang.

Atas perbuatannya, para tersangka dikenakan Pasal 169 ayat 1 KUHP dan atau Pasal 187 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 Undang-Undang Darurat. Dengan ancaman hukuman lima sampai dua puluh tahun penjara.

Polisi menyebut, kelompok tersebut masih berkaitan dengan aksi penggagalan pelantikan yang direncanakan oleh dosen nonaktif Institut Pertanian Bogor (IPB) Abdul Basith.

Adapun, Abdul Basith juga terlibat dalam peledakan menggunakan bom molotov saat aksi unjuk rasa berakhir ricuh di daerah Pejompongan, Jakarta Pusat, 24 September 2019 serta rencana peledakan bom rakitan saat aksi unjuk rasa Mujahid 212 pada 28 September 2019.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement