Jumat 25 Oct 2019 08:48 WIB

Mengenal Imam Ath-Thabari

Sepanjang hidupnya, ath-Thabari memilih hidup secara zuhud.

Rep: Dialog Jumat Republika/ Red: Agung Sasongko
Oase (ilustrasi)
Foto: Wordpress.com
Oase (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nama lengkapnya Muhammad bin Jarir bin Yazid ath-Thabari, atau biasa dipanggil Abu Ja’far, dan dikenal dengan nama ath-Thabari karena dinisbatkan ke nama tanah kelahirannya Thabaristan. Beliau adalah seorang ahli fikih, sejarawan, ahli tafsir (mufasir), dan memahami sunah serta ilmu Alquran.

Imam ath-Thabari lahir pada 224 Hijriyah. Tempat kelahirannya di Amil, ibu kota Thabaristan di Persia (Iran). Syekh Muhammad Sa’id Mursi dalam buku Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah menggambarkan sosok Imam ath-Thabari antara lain kulitnya berwarna coklat, badannya tegap tinggi, dan matanya lebar.

Sementara itu, Saiful Amin Ghofur dalam bukunya yang berjudul Profil Para Mufasi Alquran mendeskripsikan ulama terkemuka itu sebagai sosok yang rapi dan bersih dalam berpenampilan, selalu menjaga kesehatan, serta sangat disiplin.

Sepanjang hidupnya, ath-Thabari memilih hidup secara zuhud. Ia sedikitpun tak terpengaruh pada kenikmatan dunia. Sikap ini dibuktikan dengan menolak tawaran jabatan penting di pemerintahan dan imbalan harta yang diberikan para penguasa kepadanya.

Ath-Thabari hidup pada masa keemasan Islam, yaitu semasa pemerintahan Daulah Abbasiyah (750-1242 M) yang berpusat di Baghdad. Ketika ath-Thabari lahir, yang menjadi penguasa saat itu adalah al-Wasiq Billah atau Harun bin Muhammad al-Mu’tasim yang diangkat sebagai khalifah ke-9 (842-847 M).

Jika ditelusuri lebih jauh, selama hidupnya ath-Thabari pernah mengalami 10 kali pergantian khalifah hingga khalifah ke-18, yaitu al-Muqtadir, yang berkuasa mulai 908-934 M.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement