REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nama lengkapnya Muhammad bin Jarir bin Yazid ath-Thabari, atau biasa dipanggil Abu Ja’far, dan dikenal dengan nama ath-Thabari karena dinisbatkan ke nama tanah kelahirannya Thabaristan. Beliau adalah seorang ahli fikih, sejarawan, ahli tafsir (mufasir), dan memahami sunah serta ilmu Alquran.
Imam ath-Thabari lahir pada 224 Hijriyah. Tempat kelahirannya di Amil, ibu kota Thabaristan di Persia (Iran). Syekh Muhammad Sa’id Mursi dalam buku Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah menggambarkan sosok Imam ath-Thabari antara lain kulitnya berwarna coklat, badannya tegap tinggi, dan matanya lebar.
Sementara itu, Saiful Amin Ghofur dalam bukunya yang berjudul Profil Para Mufasi Alquran mendeskripsikan ulama terkemuka itu sebagai sosok yang rapi dan bersih dalam berpenampilan, selalu menjaga kesehatan, serta sangat disiplin.
Sepanjang hidupnya, ath-Thabari memilih hidup secara zuhud. Ia sedikitpun tak terpengaruh pada kenikmatan dunia. Sikap ini dibuktikan dengan menolak tawaran jabatan penting di pemerintahan dan imbalan harta yang diberikan para penguasa kepadanya.
Ath-Thabari hidup pada masa keemasan Islam, yaitu semasa pemerintahan Daulah Abbasiyah (750-1242 M) yang berpusat di Baghdad. Ketika ath-Thabari lahir, yang menjadi penguasa saat itu adalah al-Wasiq Billah atau Harun bin Muhammad al-Mu’tasim yang diangkat sebagai khalifah ke-9 (842-847 M).
Jika ditelusuri lebih jauh, selama hidupnya ath-Thabari pernah mengalami 10 kali pergantian khalifah hingga khalifah ke-18, yaitu al-Muqtadir, yang berkuasa mulai 908-934 M.