REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menginginkan ke depan tak ada lagi perdebatan soal perbedaan data pangan antarkementerian lembaga. Semua kementerian lembaga yang terkait harus satu suara dan mengilangkan ego sektoral.
"Selama 100 hari ini kita harap dengan BPS akan lakukan data tunggal nasional. Jangan ada lagi yang bingung dengan data itu dengan begitu kita pastikan menjadi satu," kata Syahrul usai mengikuti serah terima jabatan (Sertijab) menteri pertanian di Jakarta, Jumat (25/10).
Syahrul menuturkan, negara yang punya daya tahan kuat salah satunya ditentukan dari daya tahan pertanian. Data menjadi sumber utama agar penguatan pertanian bisa dilakukan dan memberikan kontribusi nyata bagi ketersediaan pangan nasional.
Oleh karena itu, kementerian lembaga yang terlibat dalam penyusunan data, terutama Badan Pusat Statistik, Badan Informasi Geospasial, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, serta Kementan harus memiliki pandang yang tidak bertentangan.
"Datanya harus satu, yang keluarkan BPS tapi harus dikalrifikasi semua kementerian. Jangan ada data pertanian yang lain lagi. Data pertanian ada di BPS," ujarnya.
Masih soal data, Syahrul juga menekankan petugas teknis hingga level kecamatan harus bisa memastikan akurasi data. Kemajuan teknologi yang ada saat ini harus digunakan agar memudahkan pekerjaan tanpa mengurangi kualitas hasil pendataan.
Sebelumnya, Menteri Pertanian 2014-2019 Andi Amran Sulaiman mengatakan data pangan yang selama ini dirilis oleh Badan Pusat Statistik menggunakan metode Kerangka Sampel Area (KSA) dari citra satelit salah. Dia meminta data pangan segera diperbaiki agar pengambilan kebijakan tidak salah.
Amran mengatakan kesalahan data itu sangat berbahaya. Data tersebut memang diambil menggunakan teknologi tinggi citra satelit, namun dinilai Amran tidak menggambarkan situasi kondisi riil di lapangan.
"Kami tidak sampaikan sebelumnya karena takut gaduh. Setelah dikroscek, 92 persen sampel data pangan yang diambil itu salah. Ini harus diperbaiki," kata dia.
Data tersebut, terutama untuk komoditas padi yang menghasilkan proyeksi data luas tanam, luas panen, serta produksi. Data menggunakan metode KSA itu disusun atas kerja sama antara Badan Pusat Statistik, Badan Informasi Geospasial, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Negara, dan Kementan.
Amran mengatakan, keempat lembaga ini telah melalukan evaluasi terhadap data yang ada. Setelah dievaluasi bersama, ia menyebut bahwa ada perbedaan dari data yang diperoleh citra satelit dengan kondisi riil. Salah satu contohnya, kata dia, data pertanaman sawah di Kabupaten Banyuasin, Sumatra Selatan yang oleh citra satelit dinyatakan nol hektare, namun secara riil ada pertanaman 9,700 hektare.
Namun, ia menyebut secara total terdapat sekitar 600 ribu hektare luas pertanaman padi yang tidak terekam dalam data. Perbedaan semacam itu, menurut dia, akan berdampak langsung pada bantuan subsisi pupuk yang diberikan kepada petani. Sebab, alokasi besaran anggaran bantuan subsidi disesuaikan dengan kebutuhan petani dan luas pertanaman yang tergambar dalam citra satelit.
"Ini berbahaya karena akan berdampak pada petani. Ada dua juta petani bisa tidak kebagian pupuk subsidi. Maaf saya sendirian mengatakan ini salah karena kami sudah kroscek dengan tim," kata Amran.
Sebagaimana diketahui, luas lahan baku sawah yang ditetapkan oleh Kementerian ATR/BPN sebesar 7,1 juta hektare. Namun, luasan tersebut hingga saat ini masih divalidasi oleh pemerintah untuk memastikan keberadaanya. Luas baku sawah itu akan dijadikan area pertanaman abadi dan tidak boleh diganggu-gugat. Jika pun akan terjadi konversi lahan, wajib dicarikan penggantinya.
"Memang ada dua data. Satu data pertanian satu data mafia. ada 130 bupati yang protes (akibat salah data) dan ini benar. Kami sudah menyurati langsung Kementerian Keuangan," kata Amran.