REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) belum menghitung investasi asing dengan skema syariah. Sejauh ini, investasi yang masuk ke dalam negeri termasuk dari negara-negara dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) tidak terkategorisasi.
Deputi Kepala Bidang Kerjasama Penanaman Modal BKPM, Wisnu Wijaya Soedibjo menyampaikan BKPM terbuka pada beragam preferensi investor termasuk syariah. Sejauh ini investor diberi kebebasan dalam penanganan dana investasinya.
"Kita tidak data dan dibebaskan saja (pengelolaan dananya), BKPM catat nilainya," kata Wisnu usai penandatanganan kerja sama dengan Bank Muamalat Indonesia untuk promosi penanaman modal, di Muamalat Tower, Jakarta, Jumat (25/10).
Wisnu menambahkan, BKPM tidak menutup kemungkinan untuk menghitung proporsi investasi syariah yang masuk. Namun tetap harus mempertimbangkan berbagai hal. Ia khawatir klasifikasi tersebut malah akan menghambat investasi.
Menurutnya, kategorisasi tidak dilakukan karena terkadang investor tidak ingin menyebutkan sumber dananya. Investor juga biasanya mengurus sendiri pengelolaannya dan tidak mendeklarasikan skema investasi.
"Kadang investor tidak mau bilang dananya darimana, pokoknya mereka investasi saja, kecuali pada saat kita melakukan promosi mereka bertanya ada syariahnya tidak," kata Wisnu.
Wisnu mengatakan sejauh ini BKPM sudah bekerja sama dengan sekitar 33 institusi, mayoritas perbankan untuk promosi penanaman modal. Bank-bank tersebut menjadi referensi bagi investor untuk pengelolaan dana investasi.
Bank Muamalat menjadi bank syariah pertama yang kini bisa direferensikan oleh BKPM kepada investor. Baik investor dengan preferensi syariah, maupun investor yang memilih syariah karena layanan ataupun produknya.
"Saat promosi nanti, kita sudah bisa bilang bahwa kita punya referensi bank syariah untuk kegiatan investasi mereka," kata dia.
Wisnu menyampaikan ada kemungkinan untuk mengusulkan pada Kepala BKPM terkait pencatatan investasi syariah. Karena saat ini, pemerintah pun serius meningkatkan porsi ekonomi syariah Indonesia dengan berbagai cara, seperti adanya target penerbitan surat berharga negara dalam skema syariah.
Wisnu menambahkan, BKPM mencatat investasi asing dari negara-negara kerja sama Islam (OKI) masih cukup rendah. Hanya Malaysia yang masuk dalam 10 terbesar investor dengan nilai 1,046 miliar dolar AS per kuartal II 2019.
Sementara dari Uni Emirate Arab tercatat sebesar 43,9 juta dolar AS, Turki sebesar 23 juta dolar AS, Yaman 600 ribu dolar AS. Beberapa negara Islam lainnya, seperti Pakistan, Iran, Bangladesh, masih sekitar dibawah 200 ribu dolar AS.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi pada triwulan II 2019 mencapai Rp 200,5 triliun atau sekitar 14 miliar dolar AS. Perinciannya, realisisasi investasi PMDN sebesar Rp 95,6 triliun dan PMA Rp 104,9 triliun.
Wisnu menambahkan BKPM sendiri belum bisa memetakan minat investor dengan preferensi syariah. Setelah menggandeng bank syariah untuk promosi, ia berharap bisa lebih menggaungkan skema tersebut dengan keunggulannya.
"Skema syariah ini bisa membawa kepastian bagi investasi mereka, karena nilai bagi hasilnya sudah bisa ketahui di awal," kata Wisnu.
Direktur Bank Muamalat Indonesia, Achmad Kusna Permana menambahkan, kerja sama dengan BKPM diharapkan bisa menambah pilihan bagi investor untuk pengelolaan dana investasinya. Bank syariah tidak hanya untuk investor dengan preferensi syariah, tapi juga bisa menarik investor secara umum melalui layanannya.
"Sebenarnya ada beberapa akad investasi yang lebih menguntungkan kalau dikonstruksi dalam bentuk syariah," kata dia.
Dari segi bisnis bank, Permana menyampaikan penanaman modal asing ini tidak hanya akan mempengaruhi pada bisnis treasury. Bisa juga pada Dana Pihak Ketiga (DPK) saat investor membutuhkan pembukaan rekening, atau akun penampungan dana (escrow account), bank garansi, dan lain-lainnya.
Investor akan membutuhkan banyak instrumen perbankan untuk melancarkan aktivitas investasinya. Bank syariah, kata Permana, harus hadir dalam setiap opsi-opsi pelaksanaan bisnis dalam negeri.