REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Saefullah mengklaim, serapan anggaran saat ini jauh lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu. Saefullah menyebut, pihaknya memiliki target sebesar 85 persen dan sudah tercapai sebanyak 60 persen.
"Kalau dibandingkan dengan tahun yang lalu DKI Jakarta, bulan ini, tanggal ini, jauh sekali dibandingkan sekarang. Kalau sekarang saya bulatkan sudah 60 persen. Dari target kita 85 persenan, berarti tinggal 25 (persen) lagi," kata Saefullah saat ditemui di Balai Kota, Jumat (25/10) sore.
Serapan anggaran sebesar 25 persen tersebut, klaim Saefulloh, terdapat pada kegiatan-kegiatan fisik dan infrastruktur yang rencananya baru dibayar pada 15 Desember mendatang. "Bobotnya kita hitung di situ," ujar dia.
Ia menambahkan, pihaknya saat ini sedang melakukan pengendalian ketat terkait pencairan dana. "Karena dana bagi hasil kita dari pusat itu Rp 6,4 triliun yang tidak dibayarkan tahun ini, sehingga kita sedang mengatur cash flow kita, kalau perjalanan dinas dikurangi, makan minum dikurangi, beli ATK dikurangi, kegiatan yang tidak langsung berdampak di masyarakat dikurangi," ungkap dia.
Saefullah menuturkan, hal itu dilakukan terhadap seluruh dinas terkait. Tujuannya agar program-program menyangkut pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur yang dibutuhkan masyarakat tidak tertunda. "Semua harus bisa ter-delivery (tersampaikan) dengan baik," imbuhnya.
Serapan Anggaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta baru mencapai 57,12 persen per 25 Oktober 2019. Beradasarkan situs web Monitoring dan Evaluasi Bappeda DKI Jakarta, serapan Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung baru mencapai Rp 44,5 triliun dari total Rp 77,8 triliun anggaran yang dialokasikan.
Jika dilihat lebih detail, serapan belanja Langsung yang meliputi biaya pegawai, pengadaan barang dan jasa, hingga modal sendiri baru mencapai Rp 21,5 triliun atau 48,8 persen dari alokasi anggaran sebesar Rp 44,5 triliun. Dari total alokasi belanja langsung, serapan paling ekspansif terjadi pada pos belanja pegawai sebesar 71,8 persen.
Sementara belanja pengadaan barang dan jasa serta belanja modal masing-masing baru mencapai 61,9 persen dan 26,5 persen. Artinya, serapan anggaran lebih banyak terpakai untuk gaji pegawai ketimbang realisasi program kerja Pemprov.
Hal serupa juga terjadi pada anggaran Belanja Tidak Langsung yang melingkupi biaya pegawai, dana hibah, biaya tak terduga, bunga, subsidi, bantuan sosial, hingga bantuan keuangan. Hingga saat ini, penyerapan anggarannya masih di angka Rp22,6 triliun atau 68,1 persen dari alokasi anggaran sebesar Rp33,29 triliun.
Serapan terbesar justru terdapat pada pos bantuan keuangan serta belanja tidak langsung pegawai yang masing-masing sebesar 93,1 persen dan 78,2 persen. Sementara subsidi dan bantuan sosial, yang langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, serapan anggarannya masing-masing cuma 44,1 persen dan 51,7 persen.
Adapun pos belanja hibah baru terealisasi 64,17 persen, belanja bunga sebesar 64 persen serta belanja tak terduga sebesar 0,59 persen.