REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) terus mendorong sejumlah daerah menerbitkan obligasi daerah (municipal bond). Daerah-daerah itu tengah membentuk tim yang akan mengurusi keperluan penerbitan obligasi.
Namun, proses yang dijalani pemerintah daerah (pemda) cukup rumit dibandingkan perusahaan. Dewan Komisioner Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen mengatakan, daerah harus memposisikan diri sebagai emiten.
"Mereka bukan enggan (terbitkan obligasi), tapi mereka menyadari menjadi emiten itu tidak sekadar terbitkan obligasi tapi juga perlu persiapan," kata Hoesen di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jumat (26/10) malam.
Proses penerbitan obligasi daerah tidak sama seperti penerbitan oleh perusahaan biasa. Pasalnya, daerah tidak mempunyai divisi khusus yang mengelolanya. Pemda harus membentuk institusi sendiri terkait hal itu. Pengambilan keputusan pembentukan institusi itu pun tidak sembarangan, perlu dilakukan berjenjang, mulai dari DPRD hingga kementerian.
Obligasi pemerintah biasanya berbentuk proyek. Artinya, pemda perlu menyiapkan proyek yang menghasilkan untuk membayar utang obligasi tersebut.
"Pemda harus punya proyek yang profitable karena ini bukan hibah tapi harus dibayar," ujarnya.
OJK menyebut, ada empat daerah yang berkomitmen menerbitkan obligasi daerah, yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta dan Nangroe Aceh Darussalam. Rencana obligasi daerah Jawa Tengah tengah dalam pembahasan DPRD. Sementara, DKI Jakarta dan Jawa Barat tengah membentuk tim internal melalui surat keputusan (SK) gubernur.
"Aceh juga menyampaikan minat menerbitkan obligasi daerah dan tengah melakukan persiapan awal," ujar Hoesen.
Khusus di Aceh, Hoesen mengatakan mereka lebih tertarik menerbitkan sukuk. Hal itu karena terkait hukum qanun yang berlaku di daerah tersebut.