Sabtu 26 Oct 2019 10:05 WIB

Pembangunan Kota Tepi Laut Perlu, Rokhmin: Perhatikan 6 Hal

Waterfront city di Indonesia telah dimulai pada zaman penjajahan Belanda, tahun 1620.

Prof Rokhmin Dahuri memberikan kuliah umum tentang  penataan ruang pesisir Laut Kaltim di FKIP-Universitas Mulawarman (Unmul), Samarinda, Kamis (24/10).
Foto: Dok Rokhmin Dahuri
Prof Rokhmin Dahuri memberikan kuliah umum tentang penataan ruang pesisir Laut Kaltim di FKIP-Universitas Mulawarman (Unmul), Samarinda, Kamis (24/10).

REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA – Guru Besar Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB, Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS mengatakan, untuk membangun kota tepi laut perlu memperhatikan enam hal. “Prinsip yang harus diperhatikan dalam pengembangan kota tepi laut adalah citra daerah, nilai sosial, nilai ekonomi, nilai kemanusiaan, identitas dan nilai-nilai budaya local, serta dayang dukung ekologisnya,” kata Prof Rokhmin.

Ia mengemukakan hal tersebut saat menyampaikan kuliah umum  berjudul “Peluang dan Tantangan Penataan Ruang Pesisir Laut Kaltim Dalam Konteks Ibu Kota Negara” di FKIP-Universitas Mulawarman (Unmul), Samarinda, Kamis (24/10).

Mantan menteri kelautan dan perikan Kabinet Gotong Royong itu  mengatakan, kota pesisir atau waterfront city merupakan suatu kawasan yang terletak berbatasan dengan air dan menghadap ke laut, sungai, danau dan sejenisnya. “Penerapan waterfront city di Indonesia telah dimulai pada zaman penjajahan Belanda di tahun 1620,” tuturnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (25/10).

Menurutnya, arti waterfront city adalah konsep pengembangan daerah tepian air baik itu tepi pantai, sungai ataupun danau. “Pengertian 'waterfront'  dalam Bahasa Indonesia secara harfiah adalah daerah tepi laut, bagian kota yang berbatasan dengan air, daerah pelabuhan (Echols, 2003),” ujar ketua umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu.

Ia menambahkan, waterfront city  juga dapat diartikan suatu proses dari hasil pembangunan yang memiliki kontak visual dan fisik dengan air dan bagian dari upaya pengembangan wilayah perkotaan yang secara fisik alamnya berada dekat dengan air di mana bentuk pengembangan pembangunan wajah kota yang terjadi berorientasi ke arah perairan.

Rokhmin menyebutkan, paling tidak, ada tiga nanfaat waterfront city. Pertama, mengatasi banjir di bantaran sungai. “Dikarenakan dalam pengelolaan kota dengan konsep waterfront city diperlukan pembangunan kanal yang berfungsi untuk mengaliri air dari hulu (sungai) ke hilirnya (laut). Pembangunan kanal ini secara tidak langsung dapat menjadi salah satu solusi mengatasi banjir yang kerap melanda beberapa Kota besar maupun daerah di Indonesia,” papar ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara).

Kedua, sebaagai fungsi pariwisata dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. “Dengan perencanaan yang matang, kota dengan konsep waterfront city tentunya akan mendatangkan keuntungan pariwisata bagi kotanya. Kota waterfront city yang tersusun apik, rapih, dan bersih tanpa melupakan keseimbangan ekosistem sekitar dapat memberikan hasil lebih bagi potensi wisata daerah,” tuturnya.

Terkait pembangunan kota pintar (smart city), Rokhmin mengatakan, tak ada salahnya Indonesia belajar kepada Swedia. “Kita perlu belajar mengelola kota pintar kepada Swedia. Hal itu perlu kita lakukan dalam upaya mengembangkan kota pintar, tak hanya dari sisi penerapan teknologi dalam segala aspek kehidupan, tetapi juga bagaimana menciptakan lingkungan yang berkelanjutan,” paparnya.

Pertama, penggunaan energi yang lebih efisien dan berkelanjutan tanpa menguras sumberdaya alam. Hal ini mencakup pemenuhan energi menggunakan sumber energi baru terbarukan/EBT (100% EBT pada 2040); penerapan teknologi dalam properti, baik hunian maupun komersil seperti aplikasi yang memastikan lampu mati ketika tidak digunakan, atau temperatur diatur otomatis ketika rumah kosong; dan peraturan terkait penggunaan kendaraan listrik dan jadwal mencuci saat listrik dalam kondisi paling bersih dan paling murah.

Kedua, penggunaan bahan bangunan yang ramah lingkungan untuk pembangunan perumahan. “Termasuk ke dalamnya hunian berbahan plat kayu yang dapat membantu mengurangi kadar emisi CO2, kuat, mudah dirawat, dan masa ketahanan tinggi,” paparnya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement