REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Pekerja medis Hong Kong berencana melakukan aksi unjuk rasa di jantung pusat keuangan kota, Sabtu (26/10). Mereka akhirnya ikut turun ke jalan karena marah pada kebrutalan polisi selama lebih dari empat bulan protes anti-pemerintah.
Protes "menentang tirani" ini akan mulai hari Sabtu pukul 19.00. Aktivis dan petugas media akan menentang aksi kekerasan dan sikap anti-pemerintah.
Demonstrasi di Hong Kong terus melahirkan kekerasan dari kedua belah pihak. Aktivis pro-demokrasi telah menyerang polisi dengan bom bensin, batu dan laser yang bersinar di mata. Petugas pun pernah di serang dengan senjata tajam pada bagian leher.
Sementara itu, Polisi merespons dengan gas air mata, meriam air, peluru karet, dan peluru langsung. Tanggapan ini pun melukai beberapa pengunjuk rasa, banyak di antaranya menerima perawatan dari relawan pekerja medis di pinggir jalan.
Para pengunjuk rasa marah tentang campur tangan China terhadap kebebasan Hong Kong, yang dikembalikan Inggris ke China pada tahun 1997. Beijing menerapkan formula "satu negara, dua sistem" yang dimaksudkan untuk menjamin kebebasan yang tidak dinikmati di daratan.
Kondisi Hong Kong pun kian memanas, ketika China membantah ikut campur. Mereka justru menuduh pemerintah asing, termasuk Amerika Serikat dan Inggris, menghasut kerusuhan untuk melakukan bentrokan di jalanan.
Demonstrasi pertama kali muncul karena desakan masyarakat untuk menghentikan rencana peraturan ekstradisi yang bisa membuat terduga dan tersangka kejahatan di kirim ke daratan China. Gelombang besar unjuk rasa pun berhasil menggagalkan penerapan rancangan tersebut dan menjadi gerakan demokrasi yang lebih luas hingga saat ini.
Parlemen Hong Kong pun telah secara resmi telah mencabut rancangan undang-undang ekstradisi yang kontroversial pada beberapa hari lalu. Pencabutan rancangan undang-undangan ini pun hanya memenuhi satu dari lima tuntutan utama yang disampaikan oleh demonstran, yaitu protes tidak boleh disebut kerusuhan, amnesti bagi para demonstran yang ditahan, penyelidikan independen untuk kekerasan yang dilakukan polisi, dan penerapan hak pilih secara universal, dilansir dari Reuters.