REPUBLIKA.CO.ID YOGYAKARTA -- Globalisasi yang terjadi saat ini telah memberikan dampak signifikan dalam aktivitas kehidupan manusia. Salah satunya adalah konektivitas antarmanusia pada berbagai tempat berbeda yang dapat dilakukan dengan mudah. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi kaum Muslim untuk memanfaatkan perkembangan zaman menjadi peluang. Sehingga, perlu untuk mempersiapkan diri dengan baik.
Ulama NU, Gus Muwafiq, mengatakan perkembangan zaman yang pesat akan melahirkan bentuk persoalan baru. Kaum Muslim, kata dia, harus siap menghadapi persoalan tersebut dengan bergerak maju, bukan mundur.
“Jangan meributkan permasalahan tentang rambut panjang dan celana cingkrang, sehingga bergerak mundur,” ungkap Gus Mufawiq dalam kegiatan Pengajian Umum yang diselenggarakan oleh Panitia Pengembangan Madrasah Afkaaruna Islamic School dengan tema 'Meneruskan Perjuangan Nabi Muhammad SAW di Era 5.0' di Masjid Kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Sabtu (26/10).
Lebih lanjut, Gus Muwafiq menjelaskan perkembangan zaman tidak terlepas dengan konteks umat Islam saat ini sebagai golongan terakhir umat Nabi Muhammad SAW yang memiliki berbagai keistimewaan. Salah satunya, terdiri atas berbagai suku dan bangsa yang dituntut untuk saling mengenal dan mengerti satu sama lain.
“Puncak haji yakni jabal rahmah mengisyaratkan bahwa manusia bahwa manusia itu sesungguhnya diajarkan bersaudara karena asal manusia dari situ. Oleh karena itu dituntut untuk saling pengertian,” jelas Gus Muwafiq.
Ia melanjutkan, kehidupan bersama di dalam masyarakat menuntut seseorang untuk memberikan pengertian terhadap segala bentuk persoalan, sehingga dapat mencari jalan keluar yang paling baik dengan cara bermusyawarah.
Dia juga menyampaikan dengan adanya tantangan era 5.0 mendatang, kaum Muslim perlu untuk bergerak maju. Oleh karena itu diperlukan peran orang tua khususnya para ibu dalam memberikan pembelajaran pengetahuan dan agama terhadap anak-anaknya sebagai generasi penerus bangsa.
Sementara itu, founder Afkaaruna Islamic School, Samsul Ma’arif Mujiharto menuturkan sebagai langkah menghadapi tantangan global, pihaknya dalam sektor pendidikan terhadap para santri membekalinya dengan dua 'senjata' sekaligus, yaitu kompetensi ilmu agama yang diajarkan dengan kurikulum serta metode pesantren.
“Di pesantren, materi pendidikan Islam seperti tauhid, akhlak, dan fikih bukan hanya diajarkan sebagai ilmu, namun juga dipraktekkan sehingga menjadi amaliah sehari-hari dan menjadi inspirasi perilaku santri yang mewujud dalam bentuk akhlakul karimah,” tutur Samsul.
Dengan metode tersebut diharapkan terbentuknya pembelajar yang mandiri dengan dengan tetap berpegang pada sanad keilmuan yang kuat. “Jangan sampai generasi ke depan belajar ilmu-ilmu keagamaan (al-ulum ad-diniyah) dari mesin mencari semacam Google," ujarnya menambahkan.