Ahad 27 Oct 2019 18:50 WIB

Le Classique, Rivalitas PSG-Marseille Terpisah Dana Qatar

Kedatangan QSI praktis membuat PSG kini punya keunggulan telak atas Marseille.

Striker PSG Edison Cavani merayakan gol penyeimbang 2-2 pada pertandingan Ligue 1 Perancis antara  Olympique Marseille melawan Paris Saint-Germain di Velodrome stadium, Marseille.
Foto: Guillaume Horcajuello/EPA
Striker PSG Edison Cavani merayakan gol penyeimbang 2-2 pada pertandingan Ligue 1 Perancis antara Olympique Marseille melawan Paris Saint-Germain di Velodrome stadium, Marseille.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jika ada pertandingan sepak bola di daratan Prancis yang dianggap sebagai rivalitas paling panas tentunya, mata akan tertuju pada persaingan antara Paris Saint-Germain dengan Marseille. Di Prancis, laga ini diberi nama Le Classique alias partai klasik.

Sejak pertama kali bertemu di Divisi I Liga Prancis (menjadi Ligue 1 sejak 2002) pada 2 Desember 1971, Marseille memiliki keunggulan dalam persaingan panas dengan PSG selama tiga dasawarsa lamanya.

Namun, meminjam narasi kisah fiksi Avatar: The Legend of Aang, "semuanya berubah, sejak Negara Api menyerang". Dalam kisah Le Classique, Negara Api hadir dalam bentuk dana segar dari Timur Tengah yang membuat konsorsium Qatar Sports Investment (QSI) mengambil alih kepemilikan PSG.

Sejak QSI resmi membeli PSG pada Juni 2011, 20 edisi Le Classique di semua kompetisi hanya sekali dimenangi Marseille dan tiga kali berakhir imbang. Sisanya jadi milik Le Parisien termasuk partai final Piala Prancis 2015/16.

Kedatangan QSI praktis membuat PSG kini punya keunggulan telak atas Marseille dalam rekam jejak Le Classique yang sudah berlangsung 96 kali di semua kompetisi sejak 1971. PSG menang 42 kali, Marseille menang 32 kali dan 19 pertemuan sisanya berakhir imbang.

Padahal, sebelum QSI datang, Marseille punya keunggulan berupa 31 kemenangan dan hanya 26 kali kalah dari 76 kali pertemuan. Terakhir kali Marseille menang atas PSG pada 27 November 2011 sekira enam bulan setelah serah terima kepemilikan Le Parisien ke tangan QSI.

Edisi ke-97 Le Classique akan digelar di Parc des Princes, Paris pada Senin (28/10) dini hari WIB yang menjadi bagian penutup rangkaian pekan ke-11 Liga Prancis 2019/20.

Laga itu boleh jadi akan menggugurkan keunggulan Marseille dalam rekam jejak Le Classique di kancah Liga Prancis berupa 31 kemenangan. Sebab jika pertandingan menjadi milik PSG, rekor keduanya menjadi imbang 31 sama.

Harga mahal prestasi PSG

Dalam kisah-kisah kebijaksanaan peribahasa uang tak bisa membeli segalanya kerap bermunculan, namun hal itu tidak berlaku di sepak bola. Real Madrid dan Barcelona di Spanyol, Chelsea dan Manchester City di Inggris, serta tentunya PSG di Prancis adalah buktinya.

Sejak QSI membeli PSG, mereka berhasil menjuarai enam dari delapan musim Liga Prancis yang sudah rampung dijalani dan cuma gagal jadi juara pada 2011/12 dan 2016/17. Kesuksesan itu juga menular berupa empat trofi Piala Prancis dan lima trofi Piala Liga Prancis di bawah kepemilikan QSI. Tambahan 15 gelar tersebut praktis membuat PSG menggeser posisi Marseille sebagai klub tersukses di Prancis.

PSG memiliki koleksi 30 trofi domestik dan Eropa liga gelar lebih banyak dibandingkan 25 trofi milik Marseille sepanjang masa. Tentu saja 15 trofi itu tak diperoleh cuma-cuma oleh PSG. QSI harus membayar mahal untuk itu. Sedikitnya 1,28 miliar euro atau sekitar Rp 19,9 triliun telah digelontorkan oleh QSI untuk membeli prestasi PSG sejak 2011.

Jika dibandingkan, 303,75 juta euro atau sekitar Rp 4,7 triliun telah dibelanjakan oleh Marseille dalam periode yang sama. Sungguh sulit membayangkan Marseille bisa menyamai raihan PSG dalam sembilan tahun terakhir dengan seperempat dari modal rivalnya itu.

Seleisih terdekat uang belanja kedua tim terjadi pada musim 2014/15 saat PSG menghabiskan 49,5 juta euro sedangkan Marseille 20,5 juta euro. Musim itu PSG keluar sebagai juara dan Marseille hanya menempati peringkat keempat.

Di era kepemilikan QSI terhadap PSG, Marseille cuma memperoleh satu trofi, yakni Piala Liga Prancis 2011/12 di bawah kepelatihan Didier Deschamps. Setelah Deschamps memutuskan menerima pekerjaan menangani tim nasional Prancis pada 2012, Marseille bergonta ganti pelatih tak kurang dari tujuh kali hingga kini ditangani Andre Villas-Boas. Capaian terbaik cuma menjadi runner-up Liga Europa 2017/18 saat di bawah pelatih Rudi Garcia.

Sebaliknya, pendahulu Deschamps di timnas Prancis, Laurent Blanc justru digaet PSG dan menjadi pelatih tersukses di era kepemilikan QSI dengan raihan delapan trofi bergengsi selama tiga musim durasi kepelatihannya.

PSG cuma punya dua gelar juara Liga Prancis sebelum QSI datang, namun kini mereka sudah mengumpulkan delapan trofi di lemari prestasinya. Jika musim ini mereka bisa mempertahankan dominasinya di Prancis, maka mereka akan menyamai raihan sembilan gelar juara liga Marseille.

Menilik prestasi yang diraih cukup mentereng, tentu tak sia-sia miliaran euro uang yang digelontorkan QSI di PSG.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement