REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA -- Akademisi dari Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura berharap kedatangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kali ini dapat merespons pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Gubernur Papua Lukas Enembe sebelumnya mendorong pembentukan KKR.
Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Uncen Jayapura Melkianus Hetaria menjelaskan, pelanggaran HAM masa lalu yang membuat Lukas Enembe mendorong segera pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). "Kalau memang itu direspons dengan baik oleh Pak Jokowi dan kabinet yang sudah terbentuk itu, saya kira sudah cukup lengkap walaupun tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah Papua," katanya di Jayapura, Ahad (27/10).
Dia melanjutkan, karena memang masalah Papua itu bagaikan benang kusut yang tidak tahu mau dibuka dari mana. "Tetapi ada 'panduan; yang bisa menuntun kita untuk mengarah ke sana, kalau mau dilihat satu per satu," ujarnya.
Jika dilihat dari Undang-Undang Otonomi Khusus itu, menurut dia, sebenarnya ada dua persoalan besar yang harus dituntaskan. Pertama, pembangunan ke depan demi kesejahteraan. Kedua, ke belakang untuk penyelesaian masalah lalu.
"Itu yang diamanatkan dalam kebijakan negara untuk menyelesaikan masalah Papua, dua itu saja dulu, memang ada hal-hal lain yang berkaitan dengan pelurusan sejarah, masalah status politik dan lainnya," ujarnya.
Ia menambahkan, walaupun Presiden Jokowi lebih banyak konsen untuk menyelesaikan pembangunan, tetapi masih banyak hal perlu diperhatikan dan diselesaikan. Di antaranya yaitu penyelesaian masalah pelanggaran HAM masa lalu di Papua.
Sebelumnya, Gubernur Papua Lukas Enembe menugaskan Universitas Cenderawasih Jayapura untuk melakukan kajian serta penyiapan draft terkait pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), sebagaimana amanat pasal 46 dalam UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Papua. Pembentukan KKR merupakan salah satu dari tiga agenda yang ditugaskan gubernur kepada Universitas Cenderawasih Jayapura, dengan tujuan menuntaskan kasus pelanggaran HAM di masa lalu.