REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk menargetkan perolehan laba bersih tumbuh pada kisaran 5-8 persen hinga akhir tahun ini. Salah satu langkah yang dilakukan perseroan dengan memperbaiki biaya dana.
Direktur Keuangan BNI Aria Bimo mengatakan laba bersih perseroan mengalami perlambatan pertumbuhan pada kuartal tiga 2019. Penyebab utamanya biaya dana atau cost of fund (CoF) yang masih tinggi di tengah likuiditas yang cukup ketat di pasar keuangan.
“Fokus utama perlambatan ini adalah cost of fund yang masih tinggi. Likuiditas di market cukup ketat, bahkan pemerintah juga bersaing di pasar lewat surat berharga negara ritel,” ujarnya akhir pekan kemarin.
Menurutnya upaya menurunkan CoF terus dilakukan perseroan. Hasilnya, secara bulanan biaya dana tersebut sudah mengalami penurunan. Tercatat kuartal tiga 2019, CoF berada pada level 3,2 persen padahal pada Agustus pada level 3,3 persen.
Ke depan BNI akan terus mendorong penghimpunan dana murah atau Current Account Saving Account (CASA) dan menurunkan deposito. Maka BNI berharap bisa menurunkan CoF ke level 3,1 persen pada akhir tahun.
Dana Pihak Ketiga (DPK) BNI tumbuh 5,9 persen secara year on year (yoy) menjadi 581 triliun. Rasio CASA ada pada level 64,3 persen karena giro tumbuh 13 persen dan tabungan naik 7,5 persen (yoy), sedangkan deposito telah turun 0,8 persen (yoy) menjadi Rp 207,4 miliar.
Sementara Direktur Bisnis Korporasi BNI Putrama Wahju Setyawan menambahkan perseroan akan mendorong pertumbuhan kredit pada sektor korporasi khususnya berkaitan dengan infrastruktur. Saat ini perseroan masih memiliki pipeline kredit pada sektor infrastuktur.
Beberapa di antaranya Mega Proyek Listrik 35.000 megawatt (MW) dan sejumlah proyek jalan tol seperti proyek pembangunan Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated atau disebut jalan tol layang Jakarta-Cikampek (Japek 2). Kemudian Jalan tol lain yakni Cimanggis-Cibitung, satu jalan tol yang merupakan bagian dari Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta 2.
"Masih ada project Japek 2 elevated, Cimanggis-Cibitung. Di telko, ada fiber optik, jadi kita di sektor infrastruktur. Ada juga (kredit) di manufaktur, farmasi kemudian logistik juga ada, kurang lebih pipeline kami di kuartal empat," jelasnya.
Menurutnya penyaluran kredit tersebut tak hanya korporasi, melainkan juga kredit konsumer. Pertumbuhan penyaluran kredit pada tahun bisa sekitar 13 persen-14 persen dan Dana Pihak Ketiga (DPK) delapan persen-10 persen.
"Terutama di payroll loan, kita tidak semata cari profit tapi juga agent of development. Diharapkan bisnis terus berkembang,” ucapnya.
Pertumbuhan kredit BNI didorong oleh pembiayaan pada segmen korporasi yang tumbuh 18,1 persen dari periode yang sama tahun 2018 menjadi Rp 291,7 triliun yang terdistribusi ke segmen korporasi swasta sebesar Rp 181,1 triliun atau tumbuh 24,8 persen dibanding kuartal tiga 2018 dan pada BUMN senilai Rp 110,7 triliun atau tumbuh 8,6 persen dibanding kuartal tiga 2018.
Kemudian segmen usaha kecil juga memberikan kontribusi pertumbuhan sebesar 19,2 persen dibandingkan kuartal tiga 2018 menjadi Rp 75 triliun. Kredit pada segmen korporasi terutama disalurkan pada sektor manufaktur, perdagangan restoran dan hotel, jasa dunia usaha, konstruksi dan kelistrikan.
Adapun pada segmen konsumer, BNI mencatatkan Kredit Payroll masih sebagai kontributor utama pertumbuhan bisnis konsumer, dengan tumbuh 13,1 persen secara year on year (yoy). Perluasan kredit payroll dilakukan BNI dengan memfokuskan diri pada pemberian kredit pada karyawan institusi pemerintah dan BUMN, hingga September 2019, kredit payroll kepada karyawan BUMN dan pemerintahan memberikan kontribusi sekitar 64,4 persen dari total kredit payroll.