REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Ketua House of Representatives Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi mengkritik Gedung Putih karena tidak memberi tahu pemimpin kongres sebelum serangan di Suriah. Serangan itu berhasil mendesak pemimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdadi hingga membuatnya melakukan bom bunuh diri, Ahad (27/10).
Pelosi mengatakan, AS memberi tahu Rusia serangan itu sedang dilakukan. Namun, Presiden Donald Trump justru tidak memberi tahu kepada kongres atas keputusan melakukan penangkapan al-Baghdadi.
Anggota Partai Demokrat ini mengatakan, pemerintahan Trump seharusnya memberi pengarahan singkat kepada Kongres tentang keseluruhan operasi dan strategi Timur Tengah pemerintah. Keputusan itu dianggap penting untuk dibicarakan terlebih dahulu.
Hal ini pun mengingatkan pada kondisi sebelum penyerbuan 2011. Saat itu, AS akan melakukan operasi di Pakistan yang menewaskan pemimpin Alqaidah Usamah bin Laden. Pemerintahan Barack Obama memang memberikan informasi awal kepada dua elite top Demokrat dan Republik di House of Representatives dan Senat, serta empat pemimpin komite intelijen kongres.
Trump mengatakan, helikopter militer AS terbang di atas wilayah yang dikuasai pasukan Rusia dan Suriah sebelum mendarat di kompleks al-Baghdadi. Untuk itu, Rusia perlu tahu atas keputusan yang diambil oleh AS.
Atas tuduhan yang diberikan Pelosi, Trump membela diri atas keputusan tersebut. Dia mengatakan tidak melibatkan anggota parlemen dan mengeluarkan mereka dari lingkaran informasi untuk menahan kebocoran informasi ke pihak lain.
Al-Baghdadi meninggal dalam serangan pasukan khusus AS di tempat persembunyiannya di provinsi Idlib di Suriah barat laut pada Sabtu malam. Dia melarikan diri ke terowongan buntu dan meledakkan rompi sebagai serangan bunuh diri yang mengorbankan tiga anaknya. Tes DNA yang dilakukan di lapangan menunjukkan pelaku bom bunuh diri itu positif Baghdadi.