REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai politik lokal asal Provinsi Papua mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 35 Tahun 2008. Uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) berfokus pada frasa partai politik pada pasal 28 ayat 1 dan 2.
"Karena di sana disebutkan partai politik , kami menghendaki agar ditafsirkan sebagai partai politik lokal," ujar kuasa hukum pemohon, Habel Rumbiak di gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (28/10).
Ia menuturkan, pasal 28 ayat 1 berbunyi, penduduk Provinsi Papua dapat membentuk Partai Politik. Sementara ayat 2 berbunyi, tata cara pembentukan partai politik dan keikutsertaan dalam pemilihan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pemohon perkara merupakan ketua umum dan sekretaris jenderal Partai Papua Bersatu. Menurut pemohon, frasa partai politik bersifat multitafsir sehingga telah menghalangi dan melanggar hak konstitusional.
Pemohon mengaku tak memiliki kebebasan mendirikan partai politik lokal dalam pesta demokrasi lokal. Sebab, KPU provinsi dan KPU RI tidak menindaklanjuti dokumen Partai Papua Bersatu saat akan ikut pemilihan umum legislatif 2019 lalu.
Pemohon juga telah mendatangi Gubernur Papua pada 24 Agustus 2018 untuk meminta ikut memperjuangkan partai politik lokal. Akan tetapi, Kementerian Hukum dan HAM membatalkan Partai Papua Bersatu sebagai badan hukum karena berbenturan dengan UU Otonomi Khusus Papua.
Pemerintah pusat menafsirkan frasa partai politik dalam UU tersebut sebagai partai politik nasional bukan partai politik lokal. Untuk itu, pemohon meminta kepada MK untuk memaknai frasa partai politik sebagai partai politik lokal.
"Agar MK menafsrikan frasa partai politik itu menjadi partai politik lokal. Dan itu bisa menjadi dasar bagi partai politik lokal untuk ikut serta dalam pemilihan legislatif maupun partai pengusung pemilihan kepala daerah," jelas Habel.
Ketua Umum Partai Papua Bersatu, Krisman Dedi Awi Janui Fonataba mengatakan, orang Papua bisa membuat partai lokal sebagai anak bangsa juga. Menurutnya, partai lokal juga sejalan dengan peraturan UUD 1945.
"Partai lokal terbentuk ini kan ada sebuah harapan baru, menciptakan sebuah peradaban baru bagi orang asli Papua di dalam konteks NKRI," kata Krisman.
Kemudian Sekretaris Jenderal Partai Papua Bersatu, Darius Nawipa menuturkan, partai politik lokal dapat memberikan kepastian kesejahteraan warga Papua. Mengingat, sepanjang 20 tahun pemberlakuan UU Otsus Papua, dampak partai nasional tidak memberikan dampak signifikan.
"Dampak dari kehadiran partai politik nasional itu tidak memberikan manfaat sama sekali terhadap, mengangkat harkat dan martabat orang asli Papua dalam segala bidang," tutur Darius.
Ia berharap, negara sudah memberikan hak politik bagi orang Papua yang tertuang dalam UUD 1945, UU Pemilu, dan amanat UU Otsus Papua. Untuk itu, hak politik orang Papua bisa diakomodasi melalui kehadiran partai politik lokal.
Darius melanjutkan, masyarakat berpikir bahwa Papua merupakan daerah konflik baik secara politik maupun hukum, Menurut dia, pemerintah masih menangani permasalahan di Papua secara sentralisasi bukan desentralisasi.
"Kami berharap supaya ini bisa diakomodasi dengan cepat karena ini solusi terbaik untuk darah konflik seperti Papua," kata dia.
Diketahui, MK pada Senin (28/10) pagi menggelar sidang permohonan pengujian UU Otsus Papua dengan agenda mendengarkan keterangan ahli pemohon. Akan tetapi, sidang ditunda karena para ahli dari pemohon belum bisa dihadirkan.
Ketua Majelis Hakim Anwar Usman kemudian menunda persidangan pada Rabu (13/11) pukul 11.00 WIB. Persidangan masih dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dari pemohon.
"Untuk itu karena pemohon, ahli pemohon belum bisa dihadirkan. maka sidang ini ditunda," jelas Anwar dalam persidangan, Senin.