REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Gerakan dakwah para tokoh wali songo mempunyai keunikan dan karakter tersendiri, salah satunya gerakan dakwah Sunan Kalijaga atau Raden Sahid. Dalam menjalankan dakwahnya, Sunan Kalijaga dikenal suka menyamar dan menyembunyikan kelebihan yang dimilikinya.
Bahkan, menurut Agus Sunyoto, dalam buku Atlas Wali Songo, tak jarang Sunan Kalijaga sengaja menunjukkan tindakan yang seolah maksiat untuk menyembunyikan ketakwaannya yang tinggi. Hal ini sebagaimana dicatat dalam Sejarah Banten Rante-rante yang dikutip Hoesein Djajadiningrat dalam Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten (1983).
Seperti wali-wali yang lain, menurut Agus Sunyoto, Sunan Kalijaga dalam berdakwah sering mengenalkan Islam kepada penduduk lewat pertunjukan wayang yang sangat digemari masyarakat yang masih menganut kepercayaan agama lama.
Dengan kemampuannya yang menakjubkan sebagai dalang yang ahli memainkan wayang, Sunan Kalijaga selama berdakwah di Jawa bagian barat dikenal penduduk sebagai dalang yang menggunakan berbagai nama samaran.
Selain itu, Sunan Kalijaga juga dikenal sangat mendalam memaparkan kupasan-kupasan rohaniah berdasar ajaran tasawuf. Tembang gubahan Sunan Kalijaga yang sederhana tetapi memuat ajaran spiritual, yang juga banyak dihafal masyarakat adalah tembang Ilir-Ilir.
Di antara Wali Songo lainnya, Sunan Kalijaga dikenal sebagai wali yang paling luas cakupan bidang dakwahnya dan paling besar pengaruhnya di kalangan masyarakat. Sebab, selain berdakwah dengan cara berkeliling dari satu tempat ke tempat lain sebagai dalang, Sunan Kalijaga juga dikenal sebagai guru Rohani yang mengajarkan tarekat.
Tarekat yang diajarkannya adalah tarekat Syathariyah dari Sunan Bonang sekaligus Tarekat Akmaliyah dari Syekh Siti Jenar, yang sampai saat sekarang ini masih diamalkan para pengikutnya di berbagai tempat di nusantara.