Senin 28 Oct 2019 18:30 WIB

Kerja Sama Ulama dan Umara di Zaman Para Nabi

Alquran memerintahkan agar rakyat mematuhi Ulama dan Umara (pemimpin).

Rep: Febryan A/ Red: Agung Sasongko
Alquran
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Alquran

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Alquran memerintahkan agar rakyat mematuhi Ulama dan Umara (pemimpin). Untuk itu, keduanya diharapkan bekerjasama dalam memajukan kehidupan rakyatnya. Dalam lintasan sejarah, terdapat beberapa peristiwa yang bisa dijadikan pelajaran untuk kehidupan negara-bangsa modern seperti saat ini.

Tafsir Alquran tematik yang diterbitkan Kementerian Agama Tahun 2012 dengan judul Alquran dan Isu-Isu Kontemporer II menceritakan beberapa peristiwa terkait relasi antara ulama dan umara pada zaman nabi-nabi. Salah satunnya adalah kisah kerja sama antara Nabi Yusuf dan Raja Mesir yang berhasil menyelamatkan rakyatnya dari kelaparan.

Kisah itu terdapat dalam Surat Yusuf (12) pada ayat 47-48. Nabi Yusuf kala itu mengimbau agar rakyat Mesir untuk memanam gandum secara baik selama tujuh tahun berturut-turut.

Semua hasil panen selama tujuh tahun itu haruslah disimpan dalam bentuk gabah agar tak membusuk. Rakyat Mesir bahkan diminta hanya mengambil gandum untuk kebutuhan sehari-hari keluarga saja. Intinya mereka diminta untuk berhemat.

Nabi Yusuf pun menjelaskan, simpanan gandum itu akan berguna nanti saat masa-masa sulit tiba selama tujuh tahun pula. Sebab semua gandum akan habis dan hanya sebagian dari gandum yang disimpan itulah bisa dijadikan benih untuk kembali bercocok tanam saat kondisi kembali membaik.

Pemerintah Mesir pun mengikuti imbauan Nabi Yusuf. Raja Mesir bekerja keras agar semua rakyat melaksanakan imbauan utusan Allah itu. Walhasil, rakyat Mesir selamat dari bahaya kelaparan yang mengintai.

Kisah kerja sama ulama dan umara yang berujung khianat juga disampaikan Allah dalam Surat Al-A'raf (7) ayat 175-176. Ayat ini memerintahkan agar Nabi Muhammad membacakan kisah ulama Yahudi yang khianat pada Nabi Musa.

Ulama Yahudi itu bernama Bal'am bin Ba'ura'. Ia diperintahkan Nabi Musa untuk menyebarkan agama Yahudi daerah yang bernama Madyan.

Sesampainya di sana, Bal'am mendapat sambutan yang sangat ramah dari Raja Madyan. Bahkan Bal'am disediakan tempat tinggal yang lengkap dengan semua perabotan dan seorang pembantu. 

Tujuan sang raja adalah membiarkan Bal'am beristirahat terlebih dahulu sebelum melaksanakan perintah nabi. Namun, Bal'am ternyata terlena dalam pelukan kemewahan. Ia berubah pendirian. Alih-alih menyebarkan ajaran Nabi Musa, ia malah mengikuti agama Raja Madyan.

Pada ayat 176, dijelaskan bahwa ulama bisa saja hidup berkecukupan tapi jika ia meninggalkan pendiriannya atas agama Allah, maka ia telah mengikuti hawa nafsu semata. "Orang itu seperti anjing penjaga rumah, disuruh apa saja selalu menjulurkan lidah dan mengikuti dengan setia segala perintah tuannya," bunyi penjelasan dalam Tafsir Al-Quran itu.

Lebih lanjut, Tafsir Kontemporer itu menjelaskan bahwa peran ulama memang harus mengingatkan umara lantaran seorang pemimpin juga manusia yang tak luput dari kesalahan. Di lain sisi, seorang ulama juga tak boleh terlena dengan rayuan duniawi seperti kemehan yang diberikan oleh umara.

Adapun rakyat, tulis Tafsri tersebut, diminta untuk mentaati keduanya. Tapi rakyat tak boleh taat jika perintah atau keputusan pemimpin bertentangan dengan Alquran dan Sunnah Rasul.

Hal itu diungkapkan dalam Hadis Nabi yang diriwayatkan Imam Ahmad. "Tidak ada (kewajiban) taat kepada makhluk dalam hal maksiat (melawan ketentuan) Allah yang Maha Suci dan Maha Tinggi. (Riwayat Ahmad dari Imran bin Husasin)."

Adapun beberapa contoh perintah pemimpin yang boleh dilanggar itu jika adanya larangan untuk melaksanakan shalat Jum'at atau shalat fardhu lainnya. Atau jika ada aturan yang memperbolehka perzinaan dan mengkonsumsi minuman keras, tentu hal itu tak perlu dipatuhi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement