REPUBLIKA.CO.ID, Meski ada keringanan terhadap suami untuk mencumbu istrinya saat sedang haid, hukum untuk berhubungan biologis selama terjadinya menstruasi tetap haram. Hukum ini sudah dituliskan dalam Alquran.
"Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah kotoran". Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. (QS al-Baqarah [2]:222).
Ulama fikih sepakat bahwa berhubungan suami istri saat haid merupakan dosa besar. Meski demikian, ulama fikih berbeda pendapat tentang konsekuensi yang harus ditanggung ketika seseorang menggauli istrinya yang sedang haid.
Dalam kitab Bidayat al-Mujtahid karya Abul Walid Ahmad Ibnu Rusyd atau dikenal sebagai Ibnu Rusyd, disebutkan bahwa Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa pasangan tersebut harus segera istighfar memohon ampun kepada Allah SWT. Menurut mereka, kata Ibnu Rusyd, tidak ada sanksi lain terhadapnya.
Hanya, pendapat berbeda dikatakan oleh imam Ahmad bin Hanbal. Ibnu Rusyd menjelaskan, berdasarkan pendapat Imam Hanbali, dia harus bersedekah satu dinar atau setengah dinar. Ini merujuk pada hadis yang berbunyi, "Seorang laki-laki menjima' istrinya yang sedang haid, apabila itu dilakukan saat darah haid istrinya berwarna merah, dikenai denda 1 dinar, sedangkan jika dilakukan saat darahnya sudah berwarna kekuningan, dendanya 1/5 dinar." (HR Tirmidzi).
Menurut sekelompok jamaah ahli hadis, masalah ini kemudian diperinci. Jika suami menggauli ketika darah masih keluar dengan deras, dia wajib bersedekah satu dinar. Jika dia melakukan hal itu di sela-sela darah mampat, ia wajib bersedekah senilai setengah dinar.
Perbedaan pendapat di kalangan para ulama dalam masalah ini adalah keragaman mereka dalam menilai hadis-hadis yang menerangkan hal tersebut. Apakah hadis ini merupakan hadis shahih atau hadis dhaif.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, dari Nabi SAW, tentang seseorang yang menggauli istrinya yang sedang dalam keadaan haid. Dia harus bersedekah satu dinar. Disebutkan dalam riwayat lain yang juga berasal dari Ibnu Abbas, ia harus bersedekah setengah dinar.
Sementara itu, riwayat yang lain lagi menyebutkan, jika ia melakukannya saat darah haid masih keluar, harus bersedekah satu dinar. Kalau melakukannya ketika darah haid sudah mampat, ia harus bersedekah setengah dinar. Ada juga riwayat serupa yang mengatakan, jika seseorang melakukannya ketika darah masih keluar, ia harus bersedekah lima dinar. Riwayat ini dijadikan dasar oleh Imam al-Auza'i.
Ibnu Rusyd memberi catatan, bagi para ulama yang menganggap riwayat-riwayat hadis tadi sahih, mereka akan mengamalkannya. Sebaliknya, bagi mayoritas ulama yang menilainya dhaif, mereka memilih mengamalkan hukum yang asli, yakni tidak berlakunya hukum sampai ada dalil yang menguatkannya.