REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Pengunjuk rasa Lebanon tak kehabisan akal ketika blokade sejumlah tempat memecah ibu kota, Beirut, Senin (28/10). Mereka memanfaatkan jalan bebas hambatan dengan menyulapnya menjadi "ruang tamu" yang dilengkapi karpet, sofa, hingga lemari pendingin.
Sementara itu, di bagian lain, sejumlah pengunjuk rasa memanfaat jalan itu seperti kelas yoga. Sebagian lagi menggelar pentas musik dengan pemain akordeon menyanyikan lagi terbaru antipemerintah Lebanon.
"Hela, hela, hela ho, jalan ditutup, sayang," demikian nyanyian pengunjuk rasa. Hal ini menunjukkan para pengunjuk rasa makin kreatif.
Unjuk rasa ini memang ditujukan kepada elite politik yang mendominasi Lebanon sejak perang 1975-1990. Banyak di antara mereka yang dituding korupsi dan salah urus pemerintahan.
Namun, tak semua aksi seunik itu. Di banyak lokasi, unjuk rasa dilakukan dengan menggelar protes dengan duduk atau tidur di jalan untuk memblokade lalu lintas. Semua itu memaksa petugas menyingkirkan mereka. Ada pula yang menyalakan ban di jalan menuju bandara pada Senin pagi, sebelum kendaraan lapis baja menertibkan jalanan.
Sementara itu, pada Ahad (27/10) puluhan ribu demonstran di Lebanon membentuk rantai manusia sepanjang 170 kilometer. Mereka berbaris dan saling berjabat tangan dari Kota Tripoli hingga Tyre. Dalam aksinya, massa ingin menunjukkan persatuan nasional pada hari ke-11 demonstrasi di negara tersebut.
"Gagasan di balik rantai manusia ini adalah menunjukkan gambar Lebanon yang dari utara ke selatan menolak afiliasi sektarian. Tidak ada tuntutan politik hari ini. Kami hanya ingin mengirim pesan dengan berpegangan tangan di bawah bendera Lebanon," kata salah seorang panitia penyelenggara, Julie Tegho Bou Nassif, dikutip laman al-Araby.
Rantai manusia itu turut melintasi ibu kota Beirut yang menjadi pusat demonstrasi selama beberapa hari terakhir. "Kita adalah satu dan kita saling mencintai," ujar salah seorang penyelenggara di Beirut.
Dalam aksi yang diikuti pria, wanita, dan anak-anak itu, beberapa peserta membawa dan mengibar-ngibarkan bendera Lebanon. Banyak pula dari mereka yang menyanyikan lagu nasional.
"Semua orang Lebanon bersama-sama pada hari ini dan Anda akan melihat bagaimana kita bersatu untuk tujuan ini. Kami ingin mereka semua (para pejabat pemerintah) mengundurkan diri dan mengakhiri korupsi di negara ini," ujar salah seorang pengunjuk rasa, dikutip Aljazirah.
Warga bernama Marcel Karkour berpartisipasi dalam aksi pada Ahad lalu dengan mengajak kedua anaknya. "Kami menuntut hak-hak kami sehingga negara kami akan lebih baik dan indah untuk anak-anak kami dan bagi kami," ujarnya, dikutip laman ABC News.
Julian Bourjeili, seorang arsitek yang turut bergabung dalam rantai manusia, mengatakan, aksi itu ingin menunjukkan pesan cinta dan solidaritas. "Kami menunjukkan citra yang beradab dan damai dari gerakan ini dan insya Allah rantai ini akan mencapai jumlah maksimum orang," ujarnya.
Namun, aksi warga Lebanon mendapat perlawanan dari kelompok Hizbullah yang turut menjadi bagian dari pemerintahan di negara tersebut. Para simpatisan Hizbullah meminta demonstran menghormati pemerintah saat ini.
Pengunjuk rasa antipemerintah dikepung tentara Lebanon selama demonstrasi di Kota Jal el-Dib, utara Beirut, Lebanon, Rabu (23/10).
Pemimpin Hizbullah Sayyed Hassan Nasrallah telah memperingatkan bahwa aksi demonstrasi antipemerintah di Lebanon dapat mendorong negara tersebut ke dalam kekacauan, keruntuhan, dan perang saudara. Kendati demikian, dia tetap menolak seruan para pengunjuk rasa untuk mereformasi tubuh pemerintahan.
“Kami tidak menerima jatuhnya kursi kepresidenan atau menerima pengunduran diri pemerintah dan kami tidak menerima, di tengah kondisi ini, mengadakan pemilu awal parlemen,” ujar Nasrallah pada Jumat pekan lalu.
Hal itu menempatkan Hizbullah dalam posisi yang sulit dan pelik. Pasalnya, saat ini mereka dianggap tak berpihak pada gerakan dan tuntutan massa.
Aksi demonstrasi di Lebanon telah berlangsung sejak 17 Oktober lalu. Puluhan ribu orang turun ke jalan-jalan dan memprotes kenaikan pajak, termasuk rencana pengenaan biaya pada panggilan telepon melalui aplikasi Whats App.
Namun, dalam aksinya, massa turut menyuarakan kritik atas buruknya kondisi perekonomian dan layanan publik di negara tersebut. Mereka juga menyoroti masifnya praktik korupsi di pemerintahan yang menyebabkan kondisi kehidupan masyarakat di sana makin memburuk.
Aksi demonstrasi telah menyebabkan empat menteri dari partai Lebanese Forces Party (LBF) mengundurkan diri dari jabatannya. Ketua LBF Samir Geagea yang tergabung dalam jajaran kabinet pemerintahan Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri turut menanggalkan jabatannya.
Geagea berpendapat kondisi seperti sekarang belum pernah dihadapi Lebanon sebelumnya. Di sisi lain, pemerintahan Hariri pun belum menunjukkan upaya serius untuk mengatasi krisis.
Menurut data Kementerian Keuangan negara tersebut, Lebanon memiliki utang sebesar 86 miliar dolar AS. Jumlah itu lebih dari 150 persen produk domestik bruto Lebanon. Demonstrasi yang terus berlanjut berpotensi menjerumuskan Lebanon lebih jauh ke dalam krisis politik dan berdampak pula pada perekonomiannya. n kamran dikarma/reuters/ap ed: yeyen rostiyani