Selasa 29 Oct 2019 09:37 WIB

Oposisi Tolak Negosiasi dengan Presiden Bolivia

Jalanan, sekolah, dan bisnis di Bolivia tutup di tengah krisis politik dan protes.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Ani Nursalikah
Mantan presiden dan kandidat presiden Bolivia 2019 Carlos Mesa (tengah) menyapa pendukungnya saat kampanye di La Paz, Bolivia, Senin (28/10).
Foto: EPA-EFE/JAVIER MAMANI
Mantan presiden dan kandidat presiden Bolivia 2019 Carlos Mesa (tengah) menyapa pendukungnya saat kampanye di La Paz, Bolivia, Senin (28/10).

REPUBLIKA.CO.ID, LA PAZ -- Pemimpin oposisi Bolivia Carlos Mesa menolak negosiasi dengan Presiden Evo Morales untuk mengakhiri krisis politik negara di Amerika Selatan itu, Senin (28/10). Kondisi negara tersebut semakin hari semakin menyulitkan, jalanan, sekolah, dan bisnis di seluruh negara telah tutup.

"Saya selalu memiliki semangat dialog dan semangat demokratis dan damai, tetapi keinginan pribadi saya, pada saat ini, dikondisikan oleh protes rakyat,” kata Mesa yang sebelumnya menjabat sebagai presiden dari 2003 hingga 2005.

Baca Juga

Bolivia telah dikejutkan oleh protes selama lebih dari sepekan setelah penghitungan hasil pemilihan presiden yang terhenti secara tiba-tiba. Penghitungan kemudian berlanjut dan menunjukkan Morales berhasil mendapatkan kemenangan tipis yang memungkinkannya memimpin masa jabatan keempat.

Hasil tersebut pun membuat Morales tidak perlu berhadapan di putaran kedua dengan Mesa. Hal ini memicu tuduhan penipuan dari pemimpin oposisi dan para pendukungnya.

Morales, pemimpin terlama di Amerika Latin, telah membantah tuduhan itu. Meski begitu, dia setuju melakukan audit dan bersedia melakukan putaran kedua untuk pemilihan presiden jika ditemukan ketidakberesan.

Belum ada tanggal yang ditetapkan untuk audit oleh Organisasi Negara-Negara Amerika (OAS). Namun, masyarakat Bolivia turun ke jalan. Warga ibu kota La Paz pada Senin mengambil bagian dalam pemogokan umum yang didukung oleh oposisi.

"Protes rakyat hari ini menuntut pemerintah mundur dan mengakui penipuan telah dilakukan," kata pria berusia 66 tahun itu.

Rakyat Bolivia, menurut Mesa, tidak akan menerima negosiasi  ketika prinsip-prinsip dasar yang dipertahankan bisa dilanggar. Untuk itu aksi di jalan menjadi pilihan terbaik untuk menunjukan tuntutan.

Mesa menyatakan, audit terhadap penghitungan suara harus dilakukan dengan cepat dan tepat. Dia pun mendukung seruan untuk putaran kedua yang direkomendasikan oleh OAS dan Uni Eropa.

Mesa menolak hasil pemungutan suara yang memenangkan Morales, hanya saja, dia membuka pintu putaran kedua. "Saya benar-benar yakin begitu benar-benar ditetapkan itu ada penipuan, ada ruang terbuka," katanya.

Krisis yang terjadi saat ini di Bolivia, menurut Mesa, sepenuhnya disebabkan keinginan Morales untuk tetap berkuasa seumur hidupnya. "Saya tidak ragu niatnya adalah tetap di pemerintahan tanpa batas waktu, secara tidak sah," kata Mesa.

Mesa melihat cara tersebut merupakan sikap politik yang rendah, buruk, dan rusak. Lawan politiknya itu dinilai hanya bertahan demi kekuasaan yang sudah didapatkannya selama bertahun-tahun.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement