REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Bukan hal yang mudah untuk bisa menjalin hubungan diplomasi di antara kedua negara. Hal ini karena Inggris dan Maroko berada pada dua sisi berbeda, yaitu Islam dan Kristen.
Kekuatan Eropa melarang Inggris berhubungan dengan Maroko yang dianggap mewakili kekuatan Islam. Hal sebaliknya juga terjadi. Perbedaan yang terlalu mencolok ini, ditengarai sebagai penyebab kurang suksesnya tugas duta besar dalam negosiasi politik.
Namun, setiap negara, baik di pihak Eropa maupun Islam, memiliki kepentingan berbeda. Ada beberapa hal yang menyatukan dua negara ini. Hubungan Maroko dan Inggris bermula dari pertengkaran dua saudara tiri Ratu Elizabeth I dan Ratu Mary I. Elizabeth I menuduh suami Mary I, Pangeran Philip II, tidak loyal kepada Inggris. Akibatnya, dia mencari sekutu lain yang bisa ikut menyerang Spanyol.
Di sisi lain, Maroko juga ingin mengusir Spanyol dan Inggris dari kota-kota pesisir mereka. Selain itu, Maroko juga ingin perlindungan dari serbuan angkatan laut Turki Usmani (Ottoman) yang mengemban misi perluasan wilayah. Saat itu, Ottoman ingin memperluas wilayah dari Aljazair ke Maroko di ujung barat laut Benua Afrika. Hal ini menjadi pertimbangan Sultan Maroko Ahmad al- Mansur, mengapa tidak bersekutu dengan Ottoman dan justru memilih mendekati Inggris.
Kerja sama ini juga menawarkan keuntung an perdagangan. Maroko memiliki gula dan kain yang sangat dibutuhkan Inggris, juga sebaliknya. Keduanya juga sangat tertarik pada peralatan perang. Inggris menginginkan mesiu terbaik buatan Maroko. Sementara itu, Maroko mencari peralatan perang, seperti meriam, senapan, para pembuat kapal, dan kayu untuk membuat kapal. Perdagangan senjata merupakan hal sensitif. Kekuatan Eropa jelas melarang Inggris menjual senjata kepada musuh, sedangkan hal yang sama diperlakukan kekuatan Islam terhadap Maroko.
Penyebab ketiga adalah aktivitas bajak laut. Pada subjek ini penguasa kedua negara memiliki sifat yang berbeda bergantung pada situasi politik. Walaupun harus melawan, mereka tidak segan menggunakan kekuatan bajak laut.
Ratu Elizabeth, misalnya, diam-diam mendorong bajak laut Francis Drake untuk melawan armada laut Spanyol. Pada saat yang sama, dia juga ingin sultan Maroko menguasai wilayah Rovers, Sale, dan mengizinkan pelajaran bahasa Inggis bagi warganya yang menjadi tawanan.
Di sisi lain, Sultan Maroko memang ingin menjadikan Sale di bawah kekuasaannya, dan tidak segan menggunakan kekuatan para bajak laut pula. Kesamaan kepentingan tersebut membuahkan hasil. Kapal Inggris pertama kali berlabuh di Maroko pada 1551. Pada tahun berikutnya, tiga kapal dari Bristol tiba di Safi dan Agadir yang membawa kain dan permata. Dua puluh tahun kemudian, pada 1576, pedagang sekaligus utusan asal Inggris tiba di istana Sultan Moulay Abd al-Malik. Mereka menegosiasikan pertukaran mesiu dan me riam.
Pada 10 Juli 1576, Abdul Malik mengirim surat kepada Ratu Elizabeth. Isinya, menga barkan dirinya mengirim seorang duta besar. Elizabeth menjawab kunjungan tersebut harus dirahasiakan. Hal ini karena objek diskusi mereka sangat riskan. Sebenarnya, bukan hanya Inggris yang pernah menjalin kerja sama dengan kekuatan Islam. Prancis yang khawatir dengan kekuasaan Spanyol juga pernah menjalin kerja sama militer dengan Kekaisaran Ottoman.