Selasa 29 Oct 2019 12:12 WIB

Hikmah Kisah Ash-habul Jannah

Ash-habul Jannah(bahasa Arab) artinya pemilik kebun.

Area perkebunan tebu. (ilustrasi)
Foto: kementan
Area perkebunan tebu. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ash-habul Jannah(bahasa Arab) artinya pemilik kebun. Kata-kata ash-habul janaah terdapat pada Alquran surah al- Qalam (68) ayat 17. Allah SWT menguji orang-orang yang mendustakan lagi sombong karena memiliki banyak harta dan banyak anak, sebagaimana Allah menguji ash-habul jannah (para pemilik kebun). 

Quraish Shihab dalam Tafsir Al Mishbah menjelaskan, ash-habul jannahadalah para pemilik kebun yang bersikap angkuh karena kepemilikan harta. ''Sesungguhnya Kami telah menguji mereka dengan ujian, yakni memperlakukan para penyandang sifat-sifat buruk itu perlakukan penguji, sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun, ketika sebagian besar yakni dua dari tiga orang di antara mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik hasilnya di pagi hari agar fakir miskin tidak melihatnya sekaligus tidak mengambilnya.'' 

Ayat ini, merupakan satu-satunya yang menjelaskan maksud ash-habul jannahdengan makna para pemilik kebun. Sementara, dalam banyak ayat, kata ash-habul jannah senantiasa bermakna para penghuni surga, sebagai lawan dari ash-habun-nar(para penghuni neraka). 

Dalam saat yang sama, para pemilik kebun tersebut tidak mengecualikan yakni tidak ber ucap, ''Kami pasti akan memetiknya insya Allah,'' atau kalimat apa pun yang menunjukkan keter kaitan upaya mereka dengan kehendak Allah, sebagai akibatnya diliputilah kebun me reka oleh bencana besar yang bersumber dari Allah SWT. Bencana tersebut datang ketika me reka sedang lelap tidur maka jadilah kebuh itu bagaikan malam yang gelap gulita atau hangus menjadi seperti abu yang hitam atau pohon yang telah gundul setelah dipetik semua buahnya. 

Ujian Allah tentu saja tidak sama dengan ujian yang dilakukan makhluk. Ujian Allah adalah penampakan apa yang diketahui-Nya di alam gaib ke alam nyata, sehingga manusia yang diuji tidak dapat mengelak dari tuntutan karena ada bukti yang nyata dari kelakuan mereka. Menurut Quraish, sejumlah ulama menyebutkan para pemilik kebun itu adalah beberapa orang yang tinggal di satu tempat bernama Dharawan yang berlokasi tidak jauh dari Shan-a di Yaman. Kebun itu berasal dari peninggalan orang tua mereka yang sangat saleh. 

Orang tua mereka selalu bersedekah panen kebunnya kepada fakir miskin bahkan membiarkan mereka ikut memetik, tetapi anak-anaknya tidak demikian. Mereka kikir walau salah seorang di antara mereka tidak terlalu kikir, tetapi pada akhirnya mereka pun bersepakat untuk tidak memberi kepada fakir miskin, karena di desak oleh saudara-saudara yang lainnya. Ini diisyaratkan oleh sumpah yang terekam pada ayat setelahnya. Lalu, terjadilah bencana tersebut. 

Dalam ayat 17 surah al-Qalam tersebut terdapat kata-kata yashrimunnahayang terambil dari kata sharamayang berarti memotong, memutus, atau memetik. Penggunaan kata ini di sini, jelas Quraish mengutip pendapat al-Biqa'i sebagai isyarat juga tentang tekad mereka menghalangi dan memutus rezeki yang tadinya diperoleh fakir miskin. 

Dalam ayat tersebut, tidak dijelaskan apa jenis bencana itu bisa jadi kebakaran, bisa juga aneka bencana, seperti hama yang menimpa tumbuh-tumbuhan karena itu ulama berbeda pendapat tentang makna ash-sharim. Atas dasar itu, sejumlah ulama memahaminya dalam arti malam. Ini karena malam dan siang silih berganti dan berlalu. 

Ada juga yang memahaminya dalam arti debu hitam. Sementara yang lainnya memahami nya dalam arti pasir, yakni lahan kebun itu menjadi seperti pasir yang tidak dapat ditumbuhi. Pemilihan kata ini oleh Alquran untuk mengisyaratkan bahwa pemilik kebun itu benarbenar telah diliputi bencana dan kerugian yang beraneka ragam. 

Apa pun jenis bencana itu, yang jelas itu bersumber dari Allah SWT yang oleh ayat itu ditunjuk dengan kata Tuhanmu. Ini mengisyarat kan ancaman terhadap para pembangkang dari kaum musyrikin, seakan-akan ayat tersebut menyatakan bahwa Tuhan yang menjatuhkan sanksi itu adalah Tuhannya Nabi Muhammad SAW sehingga Dia pun dapat menjatuhkan sanksi terhadap mereka yang menolak ajakan Nabi Muhammad SAW. n 

sumber : Dialog Jumat Republik
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement