REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wolftank terpanggil untuk ikut menggaungkan kampanye lingkungan hidup. Band pop rock yang digawangi oleh Ariyo Wahab, Kin The Fly, Tyo Nugros, dan Noey Java Jive itu pun sepakat memprioritas penggarapan lagu bertema peduli lingkungan.
Vokalis Wolftank, Ariyo Wahab, mengatakan bahwa lagu baru tersebut saat ini masih belum rampung. Ia menyebut prosesnya tidak mudah dan menantang.
"Kami harus benar-benar menyelami isu tersebut,” kata Ariyo dalam sosialisasi restorasi mangrove dengan konsep "I Like Monday" dalam tajuk "Music for Conservation" di Hard Rock Cafe Jakarta pada Senin (28/10).
Ariyo mengatakan, lagu baru itu bernuansa cinta terhadap lingkungan. Lagu tersebut menjadi bentuk partisipasi Wolftank yang digandeng oleh Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) untuk meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan, terutama soal kelestarian hutan bakau. Menurut Ariyo, keterlibatan Wolftank merupakan panggilan untuk lebih mencintai alam.
"Lewat program ini kami pun jadi lebih mengetahui soal pentingnya hutan bakau. Semoga peran kami dalam melestarikan hutan bakau bisa jadi sebuah warisan yang bermanfaat bagi anak cucu,” ujar Ariyo.
Soal lagu baru, gitaris Wolftank, Kin, mengaku bahwa sebenarnya Wolftank sudah menyiapkan sebuah lagu yang bertemakan cinta. Namun, finalisasi lagu itu diputuskan untuk ditunda demi mendahulukan lagu baru lainnya yang bertema lingkungan.
"Dari sisi urgensi, kami menilai bahwa lagu bertema lingkungan lebih layak untuk didahulukan. Tapi kami tidak mau asal bikin. Kami ingin menghadirkan lagu yang diciptakan dari hati yang paling dalam dan dibawakan dengan warna tersendiri,” kata Kin.
Kin menjanjikan, lagu bernuansa lingkungan itu akan segera dimatangkan dan dirilis. Wolftank pun akan menghadirkan video klip dengan jalan cerita yang juga menyiratkan soal kepedulian terhadap lingkungan.
Direktur Eksekutif YKAN Rizal Algamar mengatakan, selain sosialisasi yang menggandeng musisi, program lain yang juga dilakukan adalah dengan melakukan pemetaan soal lokasi restorasi mangrove. Pihaknya akan menata ruang sehingga restorasi dapat berjalan lebih efektif dan tepat guna.
"Tata ruang itu juga melewati proses kajian soal kedalaman bibir pantai dan karakter arus di lokasi restorasi seperti di Muara Angke Jakarta,” ucap Rizal.
Pergerakan ini didasari atas riset dari The Nature Conservancy (TNC) pada 2016 yang menyebut bahwa polusi yang terjadi bisa kian parah jika tidak ada infrastruktur alami dalam suatu wilayah. Dalam kasus ini, infrastuktur alami yang dimaksud adalah pohon bakau.
Pohon bakau dinilai cukup berperan dalam menekan polusi karena pohon ini mampu menyerap karbon hingga seribu ton per hektare dalam setahun. Peran besarnya itu kerap dilupakan demi alasan ekonomi, seperti budidaya perikanan dan pembangunan permukiman.